Privatisasi Pantai di Labuan Bajo: Warga Lokal Terhalang Akses Akibat Ekspansi Hotel dan Vila

Konflik Akses Pantai di Labuan Bajo Meningkat Akibat Pembangunan Hotel dan Vila

Labuan Bajo, NTT - Pembangunan pesat sektor pariwisata di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, memicu konflik terkait akses publik ke wilayah pantai. Ekspansi hotel dan vila, yang kerap kali mencaplok area pantai hingga ke laut, dilaporkan semakin membatasi ruang gerak warga lokal. Kejadian terbaru menimpa sejumlah warga yang hendak mengunjungi Pantai Binongko, di mana mereka dilarang masuk oleh petugas keamanan sebuah hotel yang berdiri di kawasan tersebut.

Rafael Todowela, seorang warga Labuan Bajo, mengungkapkan kekecewaannya atas kondisi ini. "Dulu, Pantai Binongko adalah tempat publik yang bisa dinikmati siapa saja. Sekarang, seolah-olah sudah menjadi milik pribadi investor," ujarnya, Kamis (3/4/2025). Ia menceritakan bagaimana dirinya dan seorang teman dihalangi saat mencoba memasuki pantai tersebut. Meskipun sempat terjadi adu argumentasi dengan petugas keamanan, Rafael dan temannya tetap bersikeras masuk, berpegang pada keyakinan bahwa pantai adalah ruang publik.

Kondisi ini mengundang keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk aktivis lingkungan. Doni Parera, seorang aktivis yang berbasis di Labuan Bajo, menggambarkan situasi ini sebagai "kematian perlahan" akibat eksploitasi alam demi kepentingan pariwisata. Ia menyoroti bagaimana keindahan alam Labuan Bajo, yang menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, justru dirusak oleh pembangunan yang tidak terkendali. Penebangan mangrove, perburuan satwa di Taman Nasional Komodo, perusakan daerah aliran sungai oleh tambang ilegal, dan penebangan hutan untuk pembangunan hotel menjadi contoh nyata dari kerusakan tersebut.

"Penyerobotan hutan yang dilegalkan pemerintah demi investor menunjukkan potensi bencana banjir. Pengambilan pasir laut dan perusakan alam dibiarkan tanpa tindakan hukum," tegas Doni, Jumat (4/4/2025). Ia juga menyoroti semakin sempitnya ruang hidup komodo akibat ekspansi investor dan pembangunan yang merusak habitat mereka. Doni menyayangkan sikap pemerintah yang dianggap terlalu kompromistis terhadap investor, sementara di sisi lain gencar mencari potensi pendapatan dari sektor pariwisata.

Doni Parera mengatakan alam Labuan Bajo dihancurkan secara perlahan dan mengharapkan pemerintah segera mengambil langkah tegas. Doni juga meminta pemerintah untuk mengembalikan area publik dan kalau tidak akan ada pembongkaran paksa yang dilakukan masyarakat. Ia mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan tegas untuk menghentikan kerusakan lingkungan dan memastikan akses publik ke pantai tetap terjaga. Jika tidak, ia khawatir masyarakat akan melakukan aksi pembongkaran paksa terhadap bangunan-bangunan yang menghalangi akses ke pantai.

Daftar Persoalan Lingkungan di Labuan Bajo:

  • Penebangan mangrove di zona penyangga
  • Perburuan satwa di kawasan Taman Nasional Komodo
  • Perusakan daerah aliran sungai oleh tambang ilegal
  • Penebangan hutan untuk pembangunan hotel
  • Penyerobotan hutan yang dilegalkan pemerintah
  • Pengambilan pasir laut

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang keberlanjutan pariwisata di Labuan Bajo. Apakah pembangunan pariwisata akan terus mengorbankan lingkungan dan hak-hak masyarakat lokal, atau ada upaya serius untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan pelestarian alam dan keadilan sosial?