Kompensasi Lebaran Sopir Angkot di Bogor Diduga Dipangkas Oknum, Protes Mencuat

Protes Sopir Angkot di Bogor Atas Dugaan Pemotongan Kompensasi Lebaran

Bogor, Jawa Barat - Gelombang kekecewaan melanda para sopir angkutan kota (angkot) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, menyusul dugaan praktik pemotongan dana kompensasi yang seharusnya mereka terima selama periode libur Lebaran Idul Fitri 1446 H. Janji manis kompensasi sebagai pengganti potensi pendapatan selama angkot dilarang beroperasi di jalur Puncak untuk mengurai kemacetan, kini berujung keluhan.

Ade (58), seorang sopir angkot jurusan Cisarua, mengungkapkan kekecewaannya. Ia mengaku seharusnya menerima Rp 1.500.000 sebagai kompensasi dari kebijakan pelarangan operasional angkot selama libur Lebaran. Namun, kenyataannya, ia hanya menerima sebagian kecil dari jumlah tersebut. "Seharusnya dapat satu setengah juta, tapi yang sampai ke tangan kami jauh dari itu," ujarnya dengan nada kesal.

Menurut penuturan Ade, pemotongan dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan Dinas Perhubungan (Dishub) dan Organda. Modusnya, uang kompensasi dipotong dengan dalih iuran sukarela untuk pengurus. "Alasannya untuk iuran, tapi tidak ada kejelasan iuran apa dan ke mana uangnya," jelas Ade.

Jumlah potongan bervariasi, namun Ade menyebut bahwa ia hanya menerima Rp 400.000. Sebagian dana kompensasi sudah dibagi dengan pemilik angkot. “Karena Rp 800.000 itu kan harus dibagi lagi ama yang punya mobil (angkot). Jadi yang saya terima di tangan Rp 400.000 aja," ungkapnya.

Kondisi ini memicu protes dari kalangan sopir angkot. Mereka merasa diperlakukan tidak adil. Di satu sisi, mereka kehilangan potensi pendapatan selama libur Lebaran. Di sisi lain, uang kompensasi yang seharusnya menjadi penopang hidup justru dipotong. Hal ini membuat para sopir semakin kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Kita mau diliburkan, tapi uang (kompensasi) harusnya tetep utuh, jangan dipotong-potong. Udah mah dicegat enggak boleh narik, duit bantuannya dipotong pula, kita nggak ikhlaslah. Berapa unit totalnya, bisa sampai puluhan juta itu kalau dikumpulin," tambah Ade, menggambarkan kekesalan rekan-rekannya.

Sebagai bentuk protes, Ade dan rekan-rekannya berencana tetap beroperasi di jalur Puncak, meskipun melanggar aturan yang telah ditetapkan. "Kita tetep narik lah, bodo amat mau melanggar. Duit bantuannya aja dipotong per-orang," tegasnya.

Kebijakan pelarangan operasional angkot di jalur Puncak selama libur Lebaran merupakan inisiatif dari Gubernur Jawa Barat saat itu, Dedi Mulyadi. Tujuannya adalah untuk mengurangi kemacetan yang kerap terjadi di kawasan tersebut selama musim liburan. Sebagai kompensasi, para sopir angkot dijanjikan uang tunai dan sembako.

Berikut adalah poin-poin penting dari keluhan para sopir angkot:

  • Pemotongan Dana Kompensasi: Sopir angkot mengeluhkan adanya pemotongan dana kompensasi yang seharusnya mereka terima.
  • Oknum Terlibat: Dugaan keterlibatan oknum dari Dishub dan Organda dalam pemotongan dana.
  • Alasan Pemotongan Tidak Jelas: Alasan pemotongan yang tidak jelas dan tidak transparan.
  • Kekecewaan dan Protes: Kekecewaan mendalam dan rencana protes dengan tetap beroperasi di jalur Puncak.
  • Dampak Ekonomi: Kesulitan ekonomi akibat kehilangan pendapatan dan pemotongan kompensasi.

Kasus dugaan pemotongan kompensasi ini menjadi sorotan dan memicu pertanyaan tentang transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran bantuan kepada masyarakat yang terdampak kebijakan pemerintah. Diharapkan pihak terkait segera melakukan investigasi dan mengambil tindakan tegas terhadap oknum yang terlibat, serta memastikan hak-hak sopir angkot terpenuhi.

Kompensasi yang Dijanjikan: Rp 1.500.000 dan sembako Jumlah yang Diterima (Contoh): Rp 400.000 Alasan Protes: Pemotongan kompensasi dan hilangnya pendapatan selama libur Lebaran.