Dewan Pers Soroti Perpol 3/2025: Potensi Ancam Kemerdekaan Pers dan Independensi Jurnalis Asing
Polemik Perpol 3/2025: Dewan Pers Ajukan Keberatan Terhadap Potensi Pembatasan Kebebasan Pers
Dewan Pers secara terbuka menyatakan keprihatinannya atas penerbitan Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Terhadap Orang Asing. Peraturan ini menuai kritik karena berpotensi mengancam prinsip-prinsip kemerdekaan pers dan independensi jurnalis, khususnya bagi wartawan asing yang bertugas di Indonesia.
Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyampaikan bahwa meskipun Polri mengklaim Perpol 3/2025 bertujuan untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada orang asing, peraturan ini justru dapat diinterpretasikan sebagai bentuk kontrol dan pengawasan terhadap aktivitas jurnalistik. Dewan Pers berpendapat bahwa implementasi Perpol 3/2025 secara substansial berpotensi melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis, profesional, independen, menjunjung tinggi moralitas, serta mengedepankan asas praduga tidak bersalah.
"Ketentuan ini dapat dimaknai sebagai kontrol dan pengawasan terhadap kerja-kerja jurnalis. Karenanya, berdasarkan hal tersebut, Dewan Pers berpandangan bahwa Perpol 3/2025 secara substantif potensial melanggar prinsip-prinsip pers yang demokratis; profesional; independen; menjunjung tinggi moralitas dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah," ujar Ninik Rahayu.
Aspek Kontroversial dan Rekomendasi Dewan Pers
Salah satu poin krusial dalam Perpol 3/2025 adalah ketentuan mengenai penerbitan Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi orang asing yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian di wilayah tertentu. Dewan Pers menyoroti bahwa penyusunan Perpol ini tidak melibatkan partisipasi aktif dari organisasi-organisasi pers, termasuk Dewan Pers sendiri, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), organisasi jurnalis, maupun perusahaan pers.
Ketidakterlibatan stakeholder pers dalam penyusunan Perpol dianggap sebagai kekurangan yang signifikan, mengingat klausul-klausul yang diatur dalam Perpol tersebut secara langsung berkaitan dengan kerja-kerja jurnalistik. Dewan Pers meyakini bahwa organisasi-organisasi pers memiliki kapasitas untuk memberikan kontribusi berharga dalam penyusunan peraturan yang sesuai dengan pengalaman pers dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Lebih lanjut, Dewan Pers menilai bahwa Perpol 3/2025 berpotensi bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Dewan Pers secara resmi merekomendasikan peninjauan kembali terhadap Perpol 3/2025 untuk memastikan keselarasan dengan prinsip-prinsip kemerdekaan pers dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Klarifikasi Polri dan Perspektif Keamanan
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, selaku pihak yang menandatangani Perpol 3/2025 pada 10 Maret 2025, membantah tudingan bahwa Polri mewajibkan SKK bagi jurnalis asing yang meliput di Indonesia. Kapolri menjelaskan bahwa penerbitan Perpol 3/2025 merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 63 Tahun 2024 tentang Keimigrasian.
Kapolri menekankan bahwa tujuan utama dari Perpol ini adalah untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada Warga Negara Asing (WNA), termasuk jurnalis asing yang bertugas di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang rawan konflik. Polri mengklaim bahwa Perpol 3/2025 didasarkan pada upaya preemtif dan preventif kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan kepada WNA, dengan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing.