Ancaman Neraka Bagi Pengkhianat Amanah: Tinjauan Islam tentang Larangan Mengambil Hak Orang Lain
Ancaman Neraka Bagi Pengkhianat Amanah: Tinjauan Islam tentang Larangan Mengambil Hak Orang Lain
Islam dengan tegas melarang umatnya untuk mengambil hak orang lain dengan cara yang batil. Perbuatan ini dianggap sebagai bentuk kezaliman yang mendatangkan kerugian, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Al-Qur'an dan hadits Nabi Muhammad SAW memberikan peringatan keras terhadap perbuatan tercela ini, bahkan mengancam pelakunya dengan siksa neraka.
Dalil-Dalil Larangan Mengambil Hak Orang Lain dalam Islam
Beberapa ayat Al-Qur'an dan hadits yang menjadi landasan larangan mengambil hak orang lain antara lain:
1. Surah An-Nisa Ayat 29: Larangan Memakan Harta Sesama dengan Cara Batil
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَأْكُلُوٓا۟ أَمْوَٰلَكُم بَيْنَكُم بِٱلْبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ ۚ وَلَا تَقْتُلُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."
Ayat ini secara eksplisit melarang umat Islam untuk mengambil harta orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan oleh syariat, kecuali melalui perniagaan yang didasari kerelaan bersama. Penafsiran ayat ini dalam Tafsir Kemenag RI menekankan bahwa segala bentuk perolehan harta yang tidak sah, seperti penipuan, pencurian, atau riba, termasuk dalam kategori batil.
2. Surah Al-Baqarah Ayat 188: Jangan Menyuap Hakim untuk Mendapatkan Harta Orang Lain
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
"Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud supaya kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan dosa, padahal kamu mengetahui."
Ayat ini memperingatkan tentang bahaya menggunakan pengaruh atau kekuasaan untuk memenangkan perkara secara tidak adil dan mendapatkan harta yang bukan haknya. Tindakan menyuap hakim agar memenangkan perkara adalah contoh nyata dari perbuatan batil yang dilarang keras dalam Islam. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an menjelaskan bahwa ayat ini juga berlaku bagi orang yang berutang namun mengingkari utangnya dan berusaha mengelak dari tanggung jawabnya.
3. Surah Al-Hasyr Ayat 7: Harta Jangan Hanya Berputar di Kalangan Orang Kaya
مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ ۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ
"Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya."
Ayat ini mengatur tentang pembagian harta rampasan perang (fai') agar tidak hanya dinikmati oleh orang-orang kaya saja, tetapi juga didistribusikan kepada mereka yang membutuhkan, seperti anak yatim, orang miskin, dan musafir. Prinsip ini menggarisbawahi pentingnya pemerataan kesejahteraan dan keadilan sosial dalam Islam. Di masa kini, semangat ayat ini dapat diwujudkan melalui zakat, infak, sedekah, dan program-program sosial lainnya.
4. Hadits tentang Keputusan Hakim yang Keliru
Ummu Salamah RA meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa. Maka, boleh jadi sebagian kamu lebih pandai mengemukakan argumentasinya daripada sebagian yang lain, sehingga aku memenangkannya. Maka, barangsiapa yang aku putuskan untuknya untuk mendapatkan hak orang muslim lainnya (sesuai argumentasi yang dikemukakannya), itu adalah sepotong api neraka, maka biarlah ia membawanya atau meninggalkannya."
Hadits ini mengingatkan para hakim dan pengambil keputusan untuk berhati-hati dalam memutuskan perkara. Jika seorang hakim memberikan keputusan yang keliru karena terpukau oleh argumentasi yang pandai dari salah satu pihak, padahal pihak tersebut sebenarnya tidak berhak atas harta yang diperebutkan, maka harta tersebut menjadi api neraka bagi pihak yang memenangkannya.
5. Hadits tentang Sumpah Palsu
Rasulullah SAW bersabda:
"Siapapun yang mengambil hak orang muslim dengan sumpahnya, Allah menentukan neraka baginya. Lalu, mengharamkan surga baginya."
Seorang sahabat bertanya, "Walaupun hal tersebut merupakan hal yang sangat sederhana wahai Rasulullah?" Nabi Muhammad SAW menjawab, "Walaupun itu sebatang kayu siwak dari pohon arak."
Hadits ini menunjukkan betapa beratnya dosa mengambil hak orang lain dengan sumpah palsu, meskipun hak tersebut nilainya sangat kecil. Ancaman neraka dan haramnya surga bagi pelakunya menunjukkan bahwa perbuatan ini sangat dibenci oleh Allah SWT.
Konsekuensi Mengambil Hak Orang Lain
Mengambil hak orang lain bukan hanya dosa di hadapan Allah SWT, tetapi juga dapat menimbulkan berbagai dampak negatif dalam kehidupan sosial, seperti:
- Hilangnya kepercayaan: Orang yang mengambil hak orang lain akan kehilangan kepercayaan dari masyarakat.
- Keretakan hubungan sosial: Perbuatan ini dapat merusak hubungan persaudaraan dan persahabatan.
- Ketidakadilan: Mengambil hak orang lain menciptakan ketidakadilan dan kesenjangan sosial.
- Azab di akhirat: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pelaku akan diancam dengan siksa neraka.
Oleh karena itu, sebagai seorang Muslim yang taat, kita harus menjauhi segala bentuk perbuatan yang dapat merugikan orang lain dan selalu berusaha untuk menunaikan hak-hak orang lain dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian, kita dapat meraih keberkahan hidup di dunia dan kebahagiaan di akhirat.