Polemik SKK bagi Jurnalis Asing: Polri Tegaskan Tidak Ada Kewajiban Mutlak

Polemik SKK bagi Jurnalis Asing: Polri Tegaskan Tidak Ada Kewajiban Mutlak

Jakarta, Indonesia – Kabar mengenai kewajiban Surat Keterangan Kepolisian (SKK) bagi jurnalis asing yang hendak meliput di Indonesia memicu polemik. Isu ini mencuat seiring dengan terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 tentang Pengawasan Fungsional Kepolisian Terhadap Orang Asing. Pasal 5 Ayat (1) b Perpol tersebut, menjadi sorotan karena mengatur penerbitan SKK bagi Warga Negara Asing (WNA) yang melakukan kegiatan jurnalistik dan penelitian di lokasi tertentu.

Menanggapi hal ini, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan klarifikasi tegas. Ia membantah bahwa Polri mewajibkan SKK bagi jurnalis asing. Sigit menjelaskan bahwa penerbitan Perpol 3/2025 merupakan tindak lanjut dari revisi UU Keimigrasian Nomor 63 Tahun 2024. Tujuan utama dari Perpol ini, menurutnya, adalah untuk memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap WNA, termasuk jurnalis asing, yang bertugas di Indonesia, terutama di wilayah rawan konflik.

"Perpol ini dibuat berlandaskan upaya preemptif dan preventif kepolisian dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terhadap WNA dengan koordinasi bersama instansi terkait untuk mencegah dan menanggulangi ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing," ujar Sigit.

Kapolri meluruskan kesalahpahaman terkait diksi "wajib" dalam konteks SKK. Ia menegaskan bahwa penerbitan SKK hanya dilakukan atas permintaan penjamin. Artinya, tanpa adanya permintaan dari pihak penjamin, SKK tidak dapat diterbitkan. Dengan demikian, SKK tidak bersifat wajib bagi jurnalis asing yang ingin meliput di Indonesia.

Mabes Polri melalui Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Sandi Nugroho, juga memberikan penegasan serupa. Sandi menyoroti adanya disinformasi dalam pemberitaan terkait Perpol 3/2025. Ia menegaskan bahwa jurnalis asing tetap dapat melaksanakan tugas jurnalistiknya di Indonesia tanpa SKK, selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Tanpa SKK, jurnalis asing tetap bisa melaksanakan tugas di Indonesia selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Sandi.

Sandi menjelaskan bahwa SKK dapat diterbitkan jika pihak penjamin mengajukan permintaan, terutama jika jurnalis asing ditugaskan di wilayah yang berpotensi rawan konflik. Ia menekankan bahwa pihak yang berhubungan langsung dengan Polri dalam penerbitan SKK adalah penjamin, bukan jurnalis asing itu sendiri.

Berikut poin-poin penting terkait polemik SKK bagi jurnalis asing:

  • Tidak Wajib: Polri menegaskan bahwa SKK tidak wajib bagi jurnalis asing.
  • Permintaan Penjamin: SKK hanya diterbitkan atas permintaan penjamin.
  • Tujuan Perlindungan: Perpol 3/2025 bertujuan untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada WNA, termasuk jurnalis asing.
  • Koordinasi Instansi Terkait: Penerbitan SKK dilakukan dengan koordinasi bersama instansi terkait.
  • Kebebasan Pers: Jurnalis asing tetap dapat meliput di Indonesia selama tidak melanggar peraturan perundang-undangan.

Dengan klarifikasi ini, diharapkan tidak ada lagi kesalahpahaman terkait SKK bagi jurnalis asing. Polri berkomitmen untuk memberikan pelayanan dan perlindungan kepada seluruh WNA, termasuk jurnalis, yang berada di Indonesia, serta menjamin kebebasan pers sesuai dengan peraturan yang berlaku.