Keajaiban di Sagaing: Guru Sekolah Bertahan Hidup Lima Hari di Reruntuhan Gempa Myanmar

Kisah Heroik dari Sagaing: Guru Sekolah Selamat Setelah Terkubur Lima Hari Akibat Gempa

Dalam sebuah kisah yang menakjubkan tentang ketahanan hidup dan semangat manusia, Tin Maung Htwe, seorang kepala sekolah dasar berusia 47 tahun, berhasil selamat setelah terkubur selama lima hari di bawah reruntuhan hotel yang hancur akibat gempa bumi dahsyat berkekuatan 7,7 magnitudo yang mengguncang Myanmar. Peristiwa yang terjadi pada Jumat, 28 Maret 2025, ini telah mengubah kota Sagaing menjadi lautan puing dan meninggalkan trauma mendalam bagi para penduduknya.

Pelatihan dan Insting Bertahan Hidup

Tin Maung Htwe, yang sedang mengikuti pelatihan di Sagaing, wilayah yang dekat dengan pusat gempa, menceritakan bagaimana ia teringat pelajaran sekolah tentang pentingnya berlindung di bawah tempat tidur saat gempa terjadi. Tanpa ragu, ia segera mempraktikkan ajaran tersebut saat bumi mulai berguncang dengan dahsyat. Keputusan inilah yang menyelamatkan nyawanya.

"Begitu saya masuk ke bawah tempat tidur, seluruh hotel runtuh dan tertutup. Yang bisa saya lakukan hanyalah berkata 'selamatkan saya'," ungkap Tin Maung Htwe, dengan suara lemah, saat dirawat di rumah sakit dengan selang oksigen dan infus terpasang di tubuhnya.

Wisma tamu Swal Taw Nann, tempat Tin Maung Htwe menginap, rata dengan tanah, berubah menjadi tumpukan batu bata, logam bengkok, dan puing-puing tak berbentuk. Ruang tempat Tin Maung Htwe berlindung di lantai dasar menjadi satu-satunya harapan untuk bertahan hidup.

Kondisi Mengerikan di Bawah Reruntuhan

Tin Maung Htwe menggambarkan pengalamannya di bawah reruntuhan seperti berada di neraka. Suhu yang sangat panas dan rasa haus yang tak tertahankan menjadi tantangan utama. Dalam kondisi yang serba terbatas, ia harus memutar otak untuk tetap bertahan hidup.

"Tubuh saya terasa panas dan yang saya butuhkan hanyalah air. Saya tidak bisa mendapatkan air dari mana pun. Jadi saya harus mengisi ulang air yang dibutuhkan tubuh saya dengan cairan yang keluar dari tubuh saya," jelasnya, menggambarkan betapa ekstremnya situasi yang ia hadapi.

Dampak Gempa dan Upaya Penyelamatan

Gempa bumi dahsyat ini telah menyebabkan kerusakan parah di Sagaing. Lubang-lubang besar menganga di jalan utama, menghambat lalu lintas dan memperlambat upaya penyelamatan. Jembatan Ava yang menghubungkan Sagaing dengan Mandalay juga runtuh, memutus jalur vital antara kedua kota tersebut.

Awalnya, tim Palang Merah Myanmar fokus pada evakuasi jenazah dari lokasi kejadian. Namun, harapan muncul ketika mereka menemukan tanda-tanda kehidupan dan segera memanggil tim penyelamat dari Malaysia untuk membantu mengeluarkan Tin Maung Htwe dari reruntuhan.

Kebebasan dan Harapan Baru

"Saya senang saya bebas sekarang. Saya tidak akan bisa melakukan apa pun jika saya mati. Saya tidak mati jadi sekarang saya bisa melakukan apa pun yang saya inginkan," ujar Tin Maung Htwe, mengungkapkan rasa syukur dan semangatnya untuk menjalani hidup.

Setelah keluar dari reruntuhan, Tin Maung Htwe menyampaikan keinginannya untuk kembali bekerja sebagai guru sekolah, profesi yang sangat ia cintai. Namun, ia juga mempertimbangkan untuk menjadi biksu Buddha, sebuah pilihan yang mencerminkan perenungannya tentang hidup dan mati selama berada di bawah reruntuhan.

Nan Yone, saudara perempuan Tin Maung Htwe, dengan setia menunggu proses evakuasi adiknya. Kebahagiaan yang tak terlukiskan terpancar dari wajahnya saat melihat saudaranya selamat dari maut.

Kisah Tin Maung Htwe adalah bukti nyata kekuatan semangat manusia untuk bertahan hidup dalam kondisi yang paling sulit sekalipun. Kisahnya menginspirasi kita semua untuk tidak pernah menyerah dan selalu berharap akan adanya keajaiban.