Lesunya Pariwisata: Okupansi Hotel di Yogyakarta Anjlok Selama Libur Lebaran 2025
Yogyakarta Dihadapkan dengan Tantangan Pariwisata di Tengah Libur Lebaran
Industri perhotelan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menghadapi tantangan serius selama libur Lebaran 2025. Tingkat hunian hotel mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku bisnis pariwisata.
Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY mencatat penurunan okupansi hotel hingga 20 persen dibandingkan Lebaran 2024. Ketua PHRI DIY, Deddy Pranowo Eryono, mengungkapkan bahwa target okupansi sebesar 80 persen belum tercapai hingga tanggal 3 April 2025. Penurunan ini menandakan perubahan perilaku wisatawan dan tantangan ekonomi yang mempengaruhi sektor pariwisata.
"Dibandingkan tahun lalu turun 20 persenan," ujar Deddy, menyoroti perbedaan yang mencolok dibandingkan periode libur Lebaran sebelumnya. Pada tahun 2024, hotel-hotel di Jogja mampu mencatatkan tingkat hunian antara 85 hingga 90 persen, dengan rata-rata lama tinggal tamu mencapai lima hingga enam hari. Namun, tren positif ini tidak berlanjut di tahun 2025.
Perubahan Tren Wisatawan dan Dampaknya
Salah satu faktor yang berkontribusi terhadap penurunan okupansi adalah perubahan tren wisatawan. Data dari PHRI DIY menunjukkan bahwa rata-rata okupansi hotel dari tanggal 1 hingga 2 April 2025 berada di angka 60 persen. Meskipun beberapa wilayah seperti Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman mencatatkan angka yang lebih tinggi, sekitar 70 persen, namun secara keseluruhan, angka tersebut masih jauh dari target yang diharapkan.
"Data kita tanggal 1 dan 2 April rata-rata 60 persen se-DIY. Khusus kota dan Sleman bisa 70 persen. Reservasi 3 April sampai dengan 5 April, 50 persen," jelas Deddy, memberikan gambaran yang lebih rinci tentang kondisi terkini.
Penurunan ini juga berdampak pada lama tinggal wisatawan. Jika sebelumnya wisatawan cenderung menginap selama lima hingga enam hari, kini rata-rata lama tinggal hanya empat hari. Hal ini menunjukkan bahwa wisatawan cenderung memilih perjalanan yang lebih singkat dan hemat biaya.
Faktor Ekonomi dan Preferensi Penginapan Alternatif
Deddy Pranowo Eryono mengidentifikasi penurunan daya beli masyarakat sebagai faktor utama yang mempengaruhi tingkat hunian hotel. Dalam kondisi ekonomi yang menantang, masyarakat cenderung mencari alternatif penginapan yang lebih terjangkau, seperti vila dan home stay.
"Daya beli masyarakat saat ini turun, mereka memilih penginapan-penginapan, vila, home stay yang murah," ungkapnya. Preferensi ini mengindikasikan bahwa wisatawan semakin berhati-hati dalam mengatur anggaran perjalanan mereka.
Industri perhotelan di Yogyakarta perlu beradaptasi dengan perubahan tren ini. Strategi pemasaran yang inovatif, penawaran harga yang kompetitif, dan peningkatan kualitas layanan menjadi kunci untuk menarik kembali wisatawan dan meningkatkan tingkat hunian hotel. Selain itu, kerja sama antara pemerintah daerah, pelaku bisnis pariwisata, dan masyarakat setempat diperlukan untuk menciptakan ekosistem pariwisata yang berkelanjutan dan menarik bagi wisatawan dari berbagai kalangan.