DPR Mendesak Pemerintah Lobi AS untuk Pengecualian Tarif Impor

Antisipasi Dampak Kebijakan Tarif Trump, Pemerintah Diminta Aktif Bernegosiasi

Anggota Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk segera mengambil langkah antisipatif terhadap dampak kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat (AS) yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran akan potensi kerugian yang dapat dialami ekonomi Indonesia.

"Pemerintah perlu segera mengantisipasi dampak 'perang tarif' ini dan mencari solusi untuk meminimalkan risiko," ujar Marwan kepada wartawan.

Kenaikan tarif impor AS dikhawatirkan akan mempengaruhi sejumlah aspek ekonomi Indonesia, termasuk nilai tukar rupiah, harga emas, dan neraca perdagangan dengan AS. Lebih lanjut, Marwan menyoroti bahwa produk-produk ekspor unggulan Indonesia seperti mesin dan peralatan listrik, garmen, minyak nabati, alas kaki, dan produk perikanan berpotensi mengalami penurunan daya saing di pasar AS.

"Tarif yang lebih tinggi akan membuat produk Indonesia lebih mahal di AS, sehingga mengurangi daya saingnya," jelas Marwan.

Ia menambahkan bahwa industri pengolahan, yang sangat bergantung pada ekspor, menyerap sekitar 13,28 persen tenaga kerja Indonesia pada tahun 2023. Kebijakan tarif baru ini berpotensi berdampak signifikan pada jutaan pekerja di sektor tersebut.

Marwan juga mewaspadai dampak tidak langsung dari kebijakan tarif AS. Jika ekspor negara-negara mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Jepang menurun akibat kebijakan ini, permintaan terhadap produk Indonesia juga dapat ikut terpengaruh. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan sektor industri dalam negeri yang terintegrasi dalam rantai pasok global.

Strategi Mitigasi: Diversifikasi Pasar dan Insentif

Untuk mengatasi dampak negatif kebijakan tarif AS, Marwan menyarankan pemerintah untuk mengambil langkah-langkah strategis, antara lain:

  • Diversifikasi Pasar Ekspor: Mengurangi ketergantungan pada pasar AS dengan memperluas hubungan dagang dengan negara-negara lain.
  • Perjanjian Perdagangan Bebas: Menjalin perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara potensial untuk mengamankan pasar alternatif bagi produk ekspor Indonesia.
  • Insentif Pajak dan Subsidi: Memberikan insentif pajak dan subsidi kepada industri-industri yang terdampak untuk meningkatkan daya saing dan menjaga stabilitas sektor manufaktur.
  • Negosiasi Bilateral: Melakukan negosiasi dengan AS untuk memperoleh pengecualian tarif bagi produk ekspor utama atau memperbarui program Generalized System of Preferences (GSP) guna mempertahankan akses istimewa ke pasar AS.

Trump dan Kebijakan 'Tarif Timbal Balik'

Donald Trump sebelumnya mengumumkan tarif baru sebesar 10% untuk hampir semua barang impor yang masuk ke AS. Selain itu, Trump memberlakukan 'Tarif Timbal Balik' terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

"Ini adalah deklarasi kemerdekaan ekonomi kami," kata Trump saat mengumumkan kebijakan tersebut.

Trump mengklaim bahwa AS akan menggunakan pendapatan dari tarif untuk mengurangi pajak dan membayar utang nasional. Ia juga memaparkan bagan yang menunjukkan tarif yang dikenakan oleh berbagai negara terhadap barang-barang AS, serta tarif balasan yang akan dikenakan oleh AS.

Berdasarkan bagan tersebut, Indonesia saat ini mengenakan tarif sebesar 64% untuk barang-barang dari AS. Sebagai balasan, AS akan mengenakan tarif sebesar 32% terhadap barang-barang Indonesia yang dijual di AS.

Marwan menekankan bahwa meskipun kebijakan Trump membawa tantangan baru, risiko yang ditimbulkan masih dapat dikelola dengan langkah-langkah mitigasi yang tepat.

"Dengan pendekatan yang mencakup diversifikasi pasar, kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif, serta diplomasi perdagangan yang proaktif, saya yakin Indonesia dapat tetap menjaga stabilitas ekonomi dan mempertahankan pertumbuhan di tengah dinamika perdagangan global yang semakin kompleks," pungkas Marwan.