Kementerian Ketenagakerjaan Geram: Aplikator Diduga Langgar Aturan BHR Ojol, Audit Menanti

Kemenaker Bereaksi Keras Terhadap Dugaan Pelanggaran BHR oleh Aplikator Ojol

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan respons tegas terhadap laporan mengenai dugaan pelanggaran pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) kepada pengemudi ojek online (ojol) dan kurir oleh sejumlah perusahaan aplikasi (aplikator). Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Emmanuel Ebenezer, secara terbuka mengecam praktik pemberian BHR yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bahkan ada indikasi pemberian BHR yang sangat minim.

Kegeraman Kemenaker ini dipicu oleh laporan yang menyebutkan adanya aplikator yang hanya memberikan BHR sebesar Rp 50.000 kepada para pengemudi. Lebih lanjut, terdapat laporan yang mengindikasikan bahwa banyak pengemudi ojol yang bahkan tidak menerima BHR sama sekali. Kondisi ini memicu kemarahan Wamenaker yang menilai bahwa aplikator telah melakukan tindakan yang merugikan pengemudi, masyarakat, dan bahkan pemerintah.

"Aplikator itu rakus, kita akan panggil," tegas Wamenaker Emmanuel Ebenezer, yang kemudian menambahkan bahwa negara, Presiden, dan rakyat seolah dibohongi oleh praktik pembayaran BHR yang tidak sesuai ini.

Kemenaker Mengagendakan Pemanggilan dan Audit Aplikator

Menyikapi situasi ini, Kemenaker berencana untuk segera memanggil seluruh aplikator terkait untuk memberikan klarifikasi. Pemanggilan ini bertujuan untuk menggali informasi lebih dalam mengenai alasan di balik pemberian BHR yang tidak sesuai dengan ketentuan, serta untuk mengetahui penyebab banyaknya pengemudi yang tidak menerima BHR.

Lebih jauh lagi, Kemenaker mempertimbangkan untuk melakukan audit keuangan terhadap aplikator. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan perusahaan, serta untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja, termasuk hak atas BHR, terpenuhi.

Surat Edaran Kemenaker Sebagai Acuan

Kemenaker menekankan bahwa pemberian BHR kepada pengemudi ojol dan kurir seharusnya mengacu pada Surat Edaran (SE) Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Berbasis Aplikasi. SE ini mengatur teknis perhitungan BHR yang seharusnya diterima oleh pengemudi.

Menurut SE tersebut, BHR dihitung berdasarkan penghasilan pengemudi selama satu tahun, dibagi 12 bulan, dan dikalikan 20 persen. Sebagai contoh, jika seorang pengemudi menghasilkan Rp 100 juta dalam setahun, maka BHR yang seharusnya diterima berkisar antara Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta.

Reaksi Serikat Pekerja

Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) turut menyampaikan keprihatinannya atas masalah ini. Ketua SPAI, Lily Pujiati, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima ratusan laporan terkait pembayaran BHR yang tidak sesuai aturan. SPAI mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap aplikator yang melanggar aturan BHR.

"Kami minta pemerintah, negara hadir dalam hal ini ya. Untuk bertindak tegas kepada aplikator-aplikator yang nakal. Karena mereka sudah melanggar aturan yang ada di Indonesia," ujar Lily.

Tanggapan Aplikator

Salah satu aplikator, Maxim Indonesia, melalui Public Relation Specialist Arkam Suprapto, membantah memberikan BHR sebesar Rp 50.000 kepada mitra pengemudinya. Arkam menjelaskan bahwa besaran bonus yang diberikan bervariasi, mulai dari Rp 420.000 hingga Rp 2,6 juta, tergantung pada tingkat keaktifan, kinerja, dan faktor lainnya. Maxim mengklaim telah menyelesaikan distribusi BHR sesuai arahan Presiden.

Pihak Gojek Indonesia belum memberikan keterangan resmi terkait isu ini.

Data Posko THR Kemenaker

Posko THR Kemenaker mencatat adanya 68 konsultasi terkait pembayaran BHR dalam periode 12 Maret hingga 4 April 2025. Data ini menunjukkan bahwa isu pembayaran BHR yang tidak sesuai aturan menjadi perhatian serius bagi para pengemudi dan kurir.

Tindak Lanjut

Kemenaker akan terus mengawal isu ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa hak-hak pekerja, khususnya pengemudi ojol dan kurir, terpenuhi. Pemanggilan dan audit aplikator diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai praktik pembayaran BHR dan mendorong aplikator untuk mematuhi peraturan yang berlaku.

Berikut adalah poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Kemenaker geram atas laporan BHR ojol Rp 50.000
  • Aplikator akan dipanggil dan diaudit
  • SE Kemenaker menjadi acuan perhitungan BHR
  • Serikat pekerja mendesak tindakan tegas
  • Aplikator membantah memberikan BHR Rp 50.000