Kemenaker Geram: Aplikator Diduga Bohongi Presiden dan Eksploitasi Pengemudi Ojol Terkait Bantuan Hari Raya

Kemenaker Murka atas Dugaan Kecurangan Bantuan Hari Raya oleh Aplikator

Jakarta – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan kekecewaan mendalam terhadap praktik pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) yang dinilai tidak adil dan merugikan pengemudi ojek online (ojol) dan kurir oleh perusahaan aplikasi transportasi daring. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Emmanuel Ebenezer (Noel), secara terbuka mengecam tindakan sejumlah aplikator yang memberikan BHR dengan nominal yang sangat kecil, bahkan tidak memberikannya sama sekali.

"Perilaku aplikator ini sudah kelewatan rakus," tegas Noel di Jakarta Pusat, Rabu (2/4/2025). "Bayangkan, ada pengemudi yang hanya menerima Rp 50.000, bahkan banyak yang tidak menerima sama sekali. Ini sangat tidak adil."

Kemarahan Kemenaker memuncak karena merasa bahwa aplikator telah melakukan kebohongan tidak hanya kepada pengemudi, tetapi juga kepada Presiden Prabowo Subianto dan masyarakat luas. Noel menyatakan bahwa tindakan aplikator ini merusak kepercayaan dan merugikan banyak pihak.

"Negara dibohongi, Presiden dibohongi, Menteri dibohongi, rakyat dibohongi, driver ojol dibohongi," lanjut Noel dengan nada geram. "Kami akan tuntut ini!"

Langkah Tegas Kemenaker: Pemanggilan dan Audit

Sebagai respon atas permasalahan ini, Kemenaker berencana untuk memanggil seluruh perusahaan aplikasi transportasi online yang beroperasi di Indonesia. Tujuan dari pemanggilan ini adalah untuk meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban terkait dengan kebijakan pemberian BHR kepada para mitra pengemudi.

"Kita panggil semua aplikator. Soal tuntutan, kita lihat nanti. Yang jelas, kita akan panggil," tegas Noel. Lebih lanjut, Wamenaker mengindikasikan kemungkinan dilakukannya audit keuangan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. "Kalau perlu, kita audit. Kita lihat pajaknya, kita lihat semuanya," tambahnya.

Audit ini bertujuan untuk memastikan bahwa aplikator telah memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk dalam hal pembayaran BHR.

Keluhan Pengemudi Ojol: BHR Tidak Sesuai Ketentuan

Sebelumnya, puluhan pengemudi ojek online dan kurir telah menyampaikan keluhan mereka terkait dengan pembayaran BHR yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku ke Posko THR di Kantor Kemenaker pada Selasa (25/3/2025). Mereka mengeluhkan nominal BHR yang sangat kecil dan tidak sepadan dengan kontribusi mereka terhadap perusahaan aplikasi.

Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, menyoroti kasus seorang pengemudi dengan pendapatan tahunan Rp 93 juta yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu. "Ini jelas diskriminasi," ujarnya.

Lily juga mengungkapkan bahwa hingga pukul 11.00 WIB pada hari Selasa, pihaknya telah menerima sekitar 800 laporan terkait dengan pembayaran BHR yang bermasalah. Mayoritas pengemudi hanya menerima Rp 50 ribu atau bahkan belum menerima BHR sama sekali.

SPAI mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap aplikator yang melanggar aturan. Mereka berpedoman pada surat edaran pemerintah mengenai teknis penghitungan pembayaran BHR, yang seharusnya dihitung berdasarkan penghasilan tahunan pengemudi atau kurir, dibagi 12 bulan, dan dikalikan 20 persen.

"Kami minta pemerintah hadir dalam hal ini untuk bertindak tegas kepada aplikator-aplikator yang nakal. Karena mereka sudah melanggar aturan yang ada di Indonesia," tegas Lily. SPAI juga berharap dapat bertemu dengan Presiden untuk menyampaikan secara langsung keluhan mereka terkait dengan masalah ini.

Tuntutan Pengemudi dan Harapan akan Tindakan Nyata

Kasus ini mencerminkan ketidakadilan yang dirasakan oleh para pengemudi ojek online dan kurir, yang menjadi tulang punggung industri transportasi daring. Mereka berharap pemerintah dapat mengambil tindakan nyata untuk melindungi hak-hak mereka dan memastikan bahwa aplikator mematuhi peraturan yang berlaku.

Diharapkan dengan adanya tindakan tegas dari Kemenaker, praktik eksploitasi terhadap pengemudi ojol dan kurir dapat dihentikan, dan mereka dapat menerima BHR yang layak dan sesuai dengan kontribusi mereka.

Poin Penting:

  • Kemenaker mengecam aplikator yang memberikan BHR tidak layak.
  • Aplikator dituding berbohong kepada Presiden dan masyarakat.
  • Rencana pemanggilan dan audit aplikator oleh Kemenaker.
  • Keluhan pengemudi ojol tentang BHR yang tidak sesuai ketentuan.
  • Desakan SPAI agar pemerintah bertindak tegas.