Lesunya Pasar Gembrong: Pedagang Mainan Meratapi Penurunan Omzet di Tengah Euforia Lebaran
Pasar Gembrong, yang dikenal sebagai pusat grosir mainan di Jakarta Timur, kini tengah menghadapi tantangan berat. Alih-alih meraup untung besar di momentum Lebaran 2025, para pedagang mainan justru mengeluhkan penurunan omzet yang signifikan. Sepinya pembeli menjadi pemandangan kontras di tengah riuhnya perayaan Idul Fitri.
Kondisi ini diperparah dengan penurunan penjualan yang terjadi di luar musim Lebaran. Para pedagang merasakan dampak langsung dari perubahan perilaku konsumen, persaingan dengan platform e-commerce, dan isu-isu sosial yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
Penurunan Omzet yang Mengkhawatirkan
Ice (30), seorang pedagang mainan di Pasar Gembrong, mengungkapkan bahwa omzetnya terjun bebas hingga 50% dibandingkan Lebaran tahun sebelumnya. Jika pada Lebaran 2024 ia mampu meraup hingga Rp 50 juta dalam beberapa hari, kini ia hanya memperoleh sekitar Rp 15-20 juta. Penurunan ini tentu menjadi pukulan telak bagi kelangsungan usahanya.
"Kalau Lebaran biasa kita, hari pertama, hari kedua, hari ketiga bisa sampai Rp 50 juta. Sekarang cuma Rp 15-20 juta," ujarnya dengan nada prihatin.
Alvi (30), pedagang lainnya, juga merasakan hal serupa. Ia menuturkan bahwa pendapatannya pada Lebaran tahun ini turun drastis dibandingkan tahun lalu. Jika sebelumnya ia bisa mengantongi Rp 15 juta per hari, kini hanya sekitar Rp 8 juta yang berhasil ia dapatkan.
"Masih mending tahun kemarin. (Selisih) penghasilannya jauh, bisa (turun) 50%," kata Alvi.
Faktor-faktor Penyebab Penurunan
Para pedagang menduga bahwa penurunan omzet ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
- Persaingan dengan E-commerce: Kemudahan berbelanja online membuat konsumen lebih memilih untuk membeli mainan melalui platform e-commerce yang menawarkan harga lebih murah dan beragam pilihan.
- Krisis Ekonomi: Kondisi ekonomi yang kurang stabil membuat daya beli masyarakat menurun. Masyarakat cenderung lebih berhati-hati dalam mengeluarkan uang, terutama untuk barang-barang yang dianggap kurang penting seperti mainan.
- Isu Sosial dan Keamanan: Lokasi Pasar Gembrong yang dekat dengan wilayah rawan tawuran dan aksi demonstrasi juga turut mempengaruhi minat pembeli untuk datang berbelanja.
Ice menambahkan bahwa margin keuntungan yang didapat pedagang mainan di Pasar Gembrong semakin tipis. Mereka hanya mengambil untung sekitar 10-20% dari harga modal. Bahkan, keuntungan tersebut seringkali terpangkas ketika pembeli membandingkan harga jual mereka dengan harga di e-commerce.
"Kadang kalau orang bandingkan ke online, paling kita cuma ambil 10%. Kita ambil untung cuma Rp 5.000 atau Rp 10.000," jelas Ice.
Sepinya Pengunjung di Pasar Gembrong Baru
Kondisi serupa juga dialami oleh pedagang mainan di Pasar Gembrong Baru. Ari Rahmat (45), seorang pedagang di sana, mengaku belum melihat adanya lonjakan pembeli di Lebaran tahun ini. Penjualannya cenderung sama seperti hari-hari biasa.
"Khususnya day cash, kalau perbandingan dari tahun kemarin menurun. Bagusan Lebaran tahun kemarin," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa penjualan mainan justru meningkat sebelum masuk bulan Ramadan. Harga mainan yang ia jual berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 1 juta, menyasar semua kalangan dan juga para kolektor miniatur mobil.
"Libur hari raya harusnya lebih wah, tapi ini, dibilang dari kemarin, dari sebelum H-2 sampai H+2, nggak terlalu ada lonjakan. Jadi sama kayak weekend biasa," pungkasnya.
Kondisi lesunya Pasar Gembrong ini menjadi perhatian serius. Diperlukan solusi komprehensif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pedagang, dan masyarakat, untuk mengatasi masalah ini dan menghidupkan kembali denyut nadi perekonomian di pusat grosir mainan tersebut.