Kemenaker Geram: Aplikator Diduga Eksploitasi Pengemudi Ojol dengan BHR Tak Layak

Kemenaker Bereaksi Keras Terhadap Praktik BHR yang Merugikan Pengemudi Ojol

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) menunjukkan respons tegas terhadap laporan mengenai praktik pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) yang dinilai tidak adil dan merugikan para pengemudi ojek online (ojol) dan kurir online. Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Emmanuel Ebenezer, menyatakan pihaknya akan segera memanggil para pengusaha penyedia aplikasi transportasi online (aplikator) untuk meminta klarifikasi terkait pemberian BHR yang dianggap tidak layak, yaitu hanya sebesar Rp 50.000.

"Aplikator itu rakus, kita akan panggil," tegas Wamenaker Emmanuel Ebenezer di Jakarta, Selasa (1/4/2025). Pernyataan ini mencerminkan kekecewaan mendalam atas praktik yang dinilai mengeksploitasi para pengemudi.

Dasar Pemanggilan Aplikator dan Ketidaksesuaian dengan SE Menteri

Kemenaker berencana memanggil pihak aplikator menyusul aduan yang diterima terkait ketidaksesuaian pemberian BHR dengan Surat Edaran (SE) Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 bagi Pengemudi dan Kurir pada Layanan Berbasis Aplikasi. SE tersebut mengatur perhitungan BHR berdasarkan penghasilan tahunan pengemudi, yang kemudian dibagi 12 bulan dan dikalikan 20 persen. Ironisnya, banyak pengemudi yang melaporkan hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000, angka yang jauh di bawah perhitungan berdasarkan SE Menteri.

Aduan Pengemudi Ojol dan Kurir Online ke Posko THR Kemenaker

Sebelumnya, puluhan pengemudi ojol dan kurir online telah menyampaikan aduan ke Posko THR di Kantor Kemenaker Jakarta pada Selasa (25/3/2025). Mereka mengeluhkan besaran BHR yang tidak sepadan dengan kontribusi mereka terhadap perusahaan aplikator. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, mencontohkan kasus seorang pengemudi yang menghasilkan pendapatan hingga Rp 93 juta setahun untuk perusahaan, namun hanya menerima BHR sebesar Rp 50.000. Hal ini dianggap sebagai bentuk diskriminasi dan penghinaan terhadap profesi pengemudi ojol.

Tuntutan Serikat Pekerja dan Harapan akan Tindakan Tegas Pemerintah

SPAI mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap aplikator yang melanggar aturan dan tidak memberikan BHR sesuai ketentuan. Mereka berharap pemerintah hadir untuk melindungi hak-hak pekerja, khususnya pengemudi ojol dan kurir online. Lily Pujiati bahkan menyatakan keinginannya untuk bertemu dengan Presiden Indonesia guna menyampaikan permasalahan ini secara langsung. Menurutnya, pidato Presiden tentang hak-hak pekerja seringkali diabaikan oleh para aplikator.

Perhitungan BHR yang Seharusnya Diterima Pengemudi

Berdasarkan SE Menteri, perhitungan BHR seharusnya lebih proporsional. Contohnya, jika seorang pengemudi menghasilkan Rp 100 juta dalam setahun, maka BHR yang seharusnya diterima berkisar antara Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta. Angka ini tentu jauh berbeda dengan Rp 50.000 yang banyak diterima pengemudi saat ini. Hal ini semakin memperkuat argumen bahwa telah terjadi ketidakadilan dan eksploitasi terhadap para pengemudi ojol.

SPAI Menyatakan Banyak Pengemudi Belum Mendapatkan BHR

SPAI juga mengungkapkan bahwa mayoritas laporan yang mereka terima menunjukkan bahwa hampir 80 persen pengemudi ojol hanya menerima Rp 50.000 atau bahkan belum mendapatkan BHR sama sekali hingga H-7 Idul Fitri 2025. Situasi ini tentu sangat memprihatinkan dan menunjukkan perlunya tindakan nyata dari pemerintah untuk melindungi hak-hak para pekerja informal.

Langkah Selanjutnya: Pemanggilan Aplikator dan Penegakan Hukum

Kemenaker diharapkan segera merealisasikan pemanggilan aplikator untuk mendapatkan penjelasan yang komprehensif mengenai praktik pemberian BHR ini. Selain itu, pemerintah juga diharapkan dapat menegakkan hukum dan memberikan sanksi tegas kepada aplikator yang terbukti melanggar aturan. Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan mencegah praktik serupa di masa depan. Perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk pengemudi ojol dan kurir online, harus menjadi prioritas utama pemerintah.