Lonjakan Harga Kelapa di Jakarta Picu Respons Pemerintah: Wamendag Soroti Kestabilan Harga dan Ketersediaan Stok
Kenaikan Harga Kelapa Jelang Lebaran Jadi Perhatian Pemerintah
Kenaikan harga kelapa yang signifikan di pasar tradisional Jakarta, mencapai Rp 30.000 per butir, telah memicu respons dari pemerintah. Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Dyah Roro Esti Widya Putri menyatakan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) akan berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mengatasi masalah ini dan memastikan stabilitas harga serta ketersediaan stok kelapa bagi masyarakat.
"Kami akan berkolaborasi dengan lintas instansi yang membidangi masalah ini," ujar Wamendag Esti usai menghadiri acara di Jakarta Selatan. Ia menekankan bahwa meskipun fokus utama Kemendag saat ini adalah pada komoditas seperti minyak goreng, tepung, dan gula industri, pihaknya tetap akan memantau secara intensif perkembangan harga kelapa. Tujuannya adalah untuk menjaga agar masyarakat tidak terbebani dengan harga yang tinggi dan memastikan harga tetap stabil.
Operasi Pasar dan Koordinasi dengan Badan Pangan Nasional
Wamendag Esti juga menyampaikan bahwa operasi pasar yang telah dilaksanakan selama bulan Ramadhan 2025 berjalan dengan baik, menjaga ketersediaan dan stabilitas harga bahan pokok menjelang Lebaran. Operasi pasar ini menjangkau 3.992 titik di seluruh Indonesia.
"Kita melakukan pemantauan dan semuanya kondusif," ungkapnya. Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa Kemendag akan terus memantau potensi gejolak harga dan berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) jika diperlukan.
Faktor-faktor Pendorong Kenaikan Harga
Kenaikan harga kelapa di Pasar Pondok Bambu, Jakarta Timur, yang mencapai sekitar Rp 30.000 per butir pada akhir Maret 2025, menjadi sorotan. Pedagang menyebutkan bahwa harga santan kelapa yang biasanya berkisar antara Rp 18.000 hingga Rp 20.000, melonjak tajam menjelang Lebaran.
Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab kenaikan harga ini antara lain:
- Peningkatan Permintaan: Permintaan kelapa meningkat signifikan menjelang Lebaran, karena banyak digunakan untuk membuat berbagai hidangan tradisional.
- Penipisan Stok: Stok kelapa di Jakarta menipis dan sulit didapatkan, seiring dengan meningkatnya permintaan.
- Ekspor Kelapa: Sebagian besar kelapa dari Indonesia diekspor ke luar negeri, yang turut memengaruhi ketersediaan di pasar domestik.
Pedagang juga mengeluhkan bahwa tingginya permintaan kelapa untuk ekspor menyebabkan stok di Indonesia menipis, sehingga harga di pasar lokal menjadi lebih mahal.
Implikasi dan Langkah Selanjutnya
Kenaikan harga kelapa ini berdampak langsung pada konsumen, terutama mereka yang menggunakan santan kelapa sebagai bahan utama dalam masakan sehari-hari atau untuk keperluan bisnis makanan. Pemerintah diharapkan dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi masalah ini, seperti:
- Memastikan Ketersediaan Stok: Pemerintah perlu berupaya untuk memastikan ketersediaan stok kelapa di pasar domestik, baik melalui peningkatan produksi dalam negeri maupun pengaturan impor yang tepat.
- Menstabilkan Harga: Pemerintah dapat melakukan intervensi pasar jika diperlukan, untuk menekan harga kelapa agar tidak terlalu tinggi dan memberatkan masyarakat.
- Mengatur Ekspor: Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ekspor kelapa, agar tidak mengganggu ketersediaan di pasar domestik dan menyebabkan lonjakan harga.
Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan harga kelapa dapat kembali stabil dan terjangkau bagi masyarakat, sehingga mereka dapat merayakan Lebaran dengan tenang tanpa terbebani oleh harga bahan pokok yang mahal.