Efek Pilpres 2024: Cak Lontong Ungkap Pembatalan Jadwal Kerja Pasca-Dukungan Ganjar-Mahfud

Komedian Cak Lontong Merasakan Dampak Politik Usai Pilpres 2024

Jakarta - Komedian Lies Hartono, yang lebih dikenal dengan nama panggung Cak Lontong, mengungkapkan pengalaman pahit yang dialaminya setelah secara terbuka menyatakan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Dalam sebuah wawancara di kanal YouTube Mahfud MD Official, Cak Lontong menceritakan bagaimana dukungan politiknya tersebut berdampak langsung pada kariernya di dunia hiburan.

"Setelah saya ikut mengantar Pak Ganjar dan Pak Mahfud ke KPU, dalam seminggu berikutnya, semua jadwal kerja saya dibatalkan," ungkap Cak Lontong dalam tayangan tersebut. Pengakuan ini memberikan gambaran tentang polarisasi politik yang mungkin terjadi di kalangan pelaku industri hiburan, di mana perbedaan pilihan politik dapat berujung pada konsekuensi profesional.

Bahkan, ironisnya, pembatalan tersebut tidak hanya menimpa jadwal yang belum terikat kontrak, tetapi juga pekerjaan yang sudah memberikan uang muka (DP). "Yang sudah DP pun ikut dibatalkan," lanjutnya. Situasi ini menunjukkan bahwa dukungan politik Cak Lontong telah memicu reaksi yang cukup kuat dari pihak-pihak yang sebelumnya berniat menggunakan jasanya.

Meski demikian, Cak Lontong mencoba melihat sisi humor dari situasi yang kurang mengenakkan ini. Ia berkelakar bahwa setidaknya ia masih mendapatkan penghasilan dari uang muka yang tidak dikembalikan. "Ya untung masih dapat DP. Kan kalau di-cancel, DP hangus," ujarnya dengan gaya khasnya yang cerdas dan menghibur.

Kekecewaan Cak Lontong terhadap Ketidakprofesionalan dalam Berpolitik

Namun, di balik candaannya, tersirat kekecewaan yang mendalam. Cak Lontong mempertanyakan profesionalitas pihak-pihak yang membatalkan pekerjaannya hanya karena perbedaan pandangan politik. Ia merasa bahwa sebagai warga negara yang memiliki hak suara dan dilindungi undang-undang, ia seharusnya tidak dimusuhi hanya karena menggunakan hak politiknya.

"Saya sebagai warga negara punya suara dan hak politik. Tapi, ketika saya menggunakan suara saya yang dilindungi undang-undang, kok saya dimusuhi, kan aneh," tegasnya. Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan Cak Lontong terhadap iklim politik yang kurang toleran terhadap perbedaan pendapat.

Menurut Cak Lontong, seharusnya politik dipandang sebagai sesuatu yang objektif, bukan subjektif. Ia menyoroti bahwa dalam dunia politik, kepentinganlah yang menjadi landasan utama, sehingga lawan bisa menjadi kawan dan sebaliknya, tergantung pada kepentingan yang ada. Sikap seperti ini, menurutnya, merupakan cerminan profesionalitas.

"Orang politik itu selalu bilang, tidak ada yang namanya lawan dan teman yang abadi karena yang ada kepentingan. Karena ketika ada kepentingan yang sama, mungkin yang dulu lawan jadi kawan dan itu hal yang, itu kan jiwa profesional, sangat obyektif," jelasnya.

Namun, ia menyayangkan bahwa dalam konteks Indonesia, politik masih seringkali diwarnai dengan subjektivitas dan emosi. "Ini enggak profesional, tapi baperan," pungkasnya, mengkritik sikap berlebihan dalam menanggapi perbedaan politik yang justru menghambat profesionalitas dan objektivitas.

Pengalaman yang dialami Cak Lontong ini menjadi refleksi bagi kita semua tentang pentingnya menjaga profesionalitas dan toleransi dalam berpolitik, serta menghargai perbedaan pendapat sebagai bagian dari demokrasi yang sehat.