Rekonstruksi Gaza: Liga Arab Usung Inisiatif, Tantangan Politik dan Keamanan Membayangi

Rekonstruksi Gaza: Inisiatif Liga Arab di Tengah Kompleksitas Politik

Konflik yang melanda Jalur Gaza menimbulkan tantangan besar bagi upaya rekonstruksi pasca-pertempuran. KTT Liga Arab yang berlangsung di Kairo pada Selasa (4/3) menghasilkan kesepakatan untuk membentuk rencana rekonstruksi Gaza di bawah otoritas Palestina. Namun, inisiatif ini dihadapkan pada sejumlah rintangan politik dan keamanan yang kompleks, mulai dari perselisihan internal Palestina hingga penolakan dari Israel.

Rencana yang diusung Liga Arab meliputi pembentukan dana perwalian internasional untuk membiayai rekonstruksi. Dana ini diharapkan mendapat kontribusi dari negara-negara anggota Liga Arab dan komunitas internasional. Liga Arab juga menekankan pentingnya upaya ini sebagai bagian dari proses politik menuju solusi dua negara, meskipun hal ini mendapat penolakan dari pihak Israel. Pernyataan resmi Liga Arab menyebut dukungan terhadap pembentukan komite administrasi Gaza di bawah naungan pemerintah Palestina sebagai langkah penting dalam proses ini.

Perbedaan Pandangan dan Hambatan Implementasi

Penerimaan rencana rekonstruksi ini di internal Palestina sendiri masih dipertanyakan. Perwakilan Palestina di KTT Arab berupaya menyatukan berbagai faksi di bawah payung Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), namun dominasi Fatah dan ketidakikutsertaan Hamas menimbulkan potensi konflik. Hamas, kendati menyambut baik rencana tersebut, belum menunjukkan sejauh mana kesediaan mereka melepaskan kendali atas Gaza. Situasi ini diperumit oleh penolakan Israel terhadap keterlibatan Otoritas Palestina (PA) dalam proses rekonstruksi, dengan alasan PA dan UNRWA memiliki catatan korupsi dan dukungan terhadap terorisme.

Israel juga mengkritik rencana Liga Arab karena dianggap tidak mencerminkan realita di lapangan. Pemerintah Israel bahkan memblokir pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza hingga Hamas memenuhi syarat tertentu terkait perpanjangan gencatan senjata. Tuntutan demiliterisasi total Gaza dan penghapusan Hamas sebagai syarat perdamaian permanen semakin memperumit situasi.

Reaksi Internasional dan Ancaman Penggusuran

Usulan kontroversial Presiden AS Donald Trump sebelumnya, yang menyebutkan kemungkinan AS mengambil alih dan membangun kembali Gaza, serta menggusur penduduknya ke Mesir atau Yordania, mendapat kecaman luas. Meskipun Trump kemudian meralat pernyataannya, usulan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan pelanggaran hukum internasional dan membangkitkan ingatan traumatis warga Palestina akan Nakba, yaitu pengusiran massal pada tahun 1948. Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi menegaskan rencana KTT bertujuan menjaga warga Palestina tetap di tanah mereka. Komunike akhir KTT juga memperingatkan bahaya upaya penggusuran paksa yang dapat memicu konflik regional lebih lanjut.

Dukungan internasional terhadap inisiatif Liga Arab datang dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, yang menyatakan kesiapan PBB untuk bekerja sama sepenuhnya. Namun, tantangan besar masih membayangi, terutama dalam hal mengatasi perbedaan pandangan antara pihak-pihak yang terlibat dan memastikan terlaksananya rekonstruksi Gaza secara efektif dan adil, tanpa mengabaikan hak-hak asasi manusia dan aspek kemanusiaan.

Dampak Konflik dan Perpanjangan Gencatan Senjata

Konflik yang telah berlangsung menyebabkan korban jiwa yang sangat besar, baik di pihak Israel maupun Palestina. Gencatan senjata yang rapuh telah dicapai, namun perpanjangannya masih belum pasti karena tuntutan yang saling bertentangan dari Israel dan Hamas. Keberhasilan rekonstruksi Gaza sangat bergantung pada tercapainya perdamaian yang berkelanjutan dan penyelesaian konflik secara adil dan komprehensif. Langkah-langkah nyata untuk membangun kembali Gaza harus diiringi oleh upaya-upaya penyelesaian konflik secara politik untuk mencegah kekerasan lebih lanjut.