Pertanyaan Kapan Menikah dan Punya Anak: Benarkah Indikasi Ketidakbahagiaan?

markdown

Pertanyaan Kapan Menikah dan Punya Anak: Benarkah Indikasi Ketidakbahagiaan?

Momen Lebaran, yang seharusnya dipenuhi dengan kehangatan dan kebahagiaan berkumpul bersama keluarga, seringkali ternoda oleh pertanyaan-pertanyaan yang membuat risih. Pertanyaan klasik seperti "Kapan nikah?" atau "Kok belum punya anak?" seolah menjadi menu wajib dalam setiap pertemuan keluarga. Namun, apa sebenarnya yang mendorong seseorang untuk begitu tertarik mencampuri urusan pribadi orang lain?

Psikolog klinis dewasa dan Co-Founder Ohana Space, Rafika Syaiful, menjelaskan bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut seringkali berfungsi sebagai pembuka percakapan atau sekadar basa-basi. "Di Indonesia, rasa penasaran atau sekadar ingin berbasa-basi sering menjadi alasan. Jadi, tidak bisa langsung digeneralisasi bahwa mereka yang bertanya itu tidak bahagia," ujarnya.

Namun, rasa penasaran ini dapat berubah menjadi indikasi ketidakbahagiaan jika pertanyaan tersebut dilontarkan secara terus-menerus tanpa ada upaya untuk mengalihkan topik pembicaraan. Rafika mencontohkan situasi di mana seseorang terus-menerus menanyakan hal yang sama, bahkan cenderung membanding-bandingkan kehidupan orang lain. Kondisi ini menunjukkan adanya standar kebahagiaan tertentu yang ingin dipaksakan kepada orang lain, yang pada akhirnya dapat menjadi tanda ketidakpuasan dalam hidup si penanya.

"Kecuali misalnya nih ada seseorang yang fokusnya setiap nanya itu terus. Kalau orang yang ditanya belum jawab, ditanya terus menerus dengan tujuan misalnya ingin membandingkan," kata Rafika.

"Akhirnya dia jadi kepo berlebihan atau menilai kebahagiaan itu dia (penanya) punya standar tertentu. Nah itu bisa jadi salah satu tanda ketidakpuasan dalam hidup," lanjut dia.

Seseorang yang benar-benar bahagia, menurut Rafika, cenderung fokus pada kebahagiaan diri sendiri dan tidak memiliki keinginan untuk ikut campur dalam kehidupan orang lain. Mereka lebih memilih untuk menikmati hidup mereka sendiri.

Fokus pada Diri Sendiri Kunci Kebahagiaan

Intinya, meskipun pertanyaan seputar pernikahan dan anak mungkin terdengar sepele, motivasi di balik pertanyaan tersebut dapat mengungkap kondisi emosional seseorang. Jika pertanyaan diajukan dengan tujuan membandingkan atau menghakimi, hal itu dapat menjadi indikasi bahwa si penanya sedang mencari validasi atas kebahagiaannya sendiri. Sebaliknya, orang yang bahagia cenderung fokus pada pengembangan diri dan menikmati kehidupannya tanpa perlu mengurusi urusan orang lain.

Oleh karena itu, alih-alih merasa terganggu dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, cobalah untuk memahami bahwa mungkin saja si penanya sedang berjuang dengan kebahagiaannya sendiri. Dan yang terpenting, tetaplah fokus pada kebahagiaan Anda sendiri dan jangan biarkan standar kebahagiaan orang lain memengaruhi Anda.

Rafika juga menekankan pentingnya untuk tidak terlalu memusingkan pertanyaan-pertanyaan tersebut dan lebih fokus pada menikmati momen kebersamaan dengan keluarga. "Biasanya juga pasti fokus sama menikmati hidup sendiri aja gitu," tutupnya.