Grab Dorong Revisi UU LLAJ Akui Aplikasi Ojol sebagai Penyedia Layanan Transportasi
Grab Desak Pengakuan Resmi dalam Revisi UU LLAJ
Direktur Kemitraan dan Pengembangan Bisnis Grab Indonesia, Kertapradana, mendesak agar revisi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) secara resmi mengakui keberadaan dan model bisnis perusahaan aplikasi penyedia layanan transportasi berbasis teknologi. Hal ini disampaikan Kertapradana dalam rapat dengar pendapat umum (RDP) bersama Komisi V DPR RI pada Rabu, 5 Maret 2025. RDP tersebut dihadiri oleh perwakilan Grab, Gojek, dan Maxim untuk memberikan masukan terkait revisi UU LLAJ.
Kertapradana menekankan dua poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam revisi UU tersebut. Pertama, UU LLAJ harus secara eksplisit mengakui peran aplikasi seperti Grab sebagai platform penghubung antara penyedia dan pengguna jasa transportasi. Hal ini krusial untuk memberikan kepastian hukum bagi operasional aplikasi dan melindungi hak-hak para pengemudi yang tergabung dalam platform tersebut. Kedua, revisi UU LLAJ harus mengakomodasi model bisnis ekonomi berbagi (sharing economy) yang menjadi dasar operasional Grab. Sistem ini, yang menjadikan kendaraan pribadi pengemudi sebagai aset operasional, memerlukan pengakuan legal yang jelas untuk menghindari ambiguitas hukum dan memastikan keberlanjutan model bisnis ini.
Lebih lanjut, Kertapradana menyoroti pentingnya fleksibilitas dalam kerjasama antara operator transportasi daring dengan berbagai pihak. Ia berpendapat bahwa regulasi yang akan dibentuk harus memberikan keleluasaan bagi operator untuk bermitra tidak hanya dengan koperasi atau badan hukum, tetapi juga dengan individu dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Kerjasama tersebut, menurutnya, berperan penting dalam menyediakan layanan transportasi yang terjangkau dan aksesibel bagi masyarakat luas. Dengan melibatkan UMKM, Grab menekankan komitmennya terhadap pemberdayaan ekonomi lokal dan perluasan aksesibilitas layanan transportasi.
Pertimbangan Model Bisnis Sharing Economy dan Kemitraan yang Fleksibel
Implementasi model bisnis sharing economy, dimana pengemudi menggunakan kendaraan pribadi, menjadi poin krusial yang diusulkan Grab. Hal ini menyangkut aspek legalitas kepemilikan aset dan tanggung jawab operasional. Revisi UU LLAJ perlu memberikan payung hukum yang melindungi baik perusahaan aplikasi maupun para pengemudi yang menggunakan platform tersebut. Fleksibilitas kemitraan juga penting untuk menjamin keberagaman pilihan layanan dan jangkauan yang lebih luas, terutama di daerah-daerah yang belum terlayani dengan baik oleh transportasi umum konvensional.
Masukan dari Pihak Lain
Selain Grab, Gojek juga menyampaikan usulan serupa dalam RDP tersebut. Presiden Gojek, Catherine Hindra Sutjahyo, mengusulkan agar ojek online (ojol) diakui sebagai angkutan penumpang resmi dalam revisi UU LLAJ. Alasannya, ojol memiliki peran signifikan dalam mobilitas masyarakat, khususnya di daerah-daerah yang minim akses transportasi umum. Usulan ini sejalan dengan harapan Grab untuk mendapatkan pengakuan legal yang komprehensif untuk seluruh ekosistem transportasi daring.
Kesimpulannya, revisi UU LLAJ diharapkan mampu mengakomodasi perkembangan teknologi dan model bisnis di sektor transportasi. Pengakuan resmi terhadap aplikasi transportasi daring dan model bisnis sharing economy akan menciptakan kepastian hukum, melindungi kepentingan semua pihak yang terlibat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Pertimbangan fleksibilitas kemitraan juga penting untuk menjamin aksesibilitas layanan yang lebih luas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.