WNA Bulgaria Diamankan Polisi Badung Akibat Keributan Saat Malam Pengerupukan Nyepi
WNA Bulgaria Diamankan Akibat Membuat Keributan Saat Malam Pengerupukan di Badung
Badung, Bali - Seorang Warga Negara Asing (WNA) asal Bulgaria diamankan oleh pihak kepolisian Resor Badung pada Jumat (29/3/2025) dini hari. Penangkapan ini dilakukan setelah yang bersangkutan dilaporkan membuat keributan di wilayah Desa Tumbak Bayu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, saat berlangsungnya malam pengerupukan, atau sehari menjelang Hari Raya Nyepi.
Kombes Ariasandy, Kabid Humas Polda Bali, membenarkan penangkapan tersebut. "Sudah diamankan Polres Badung," ujarnya saat dikonfirmasi oleh awak media pada Sabtu (29/3/2025).
Insiden ini bermula ketika video yang merekam aksi WNA tersebut viral di media sosial. Dalam video tersebut, terlihat seorang pria yang kemudian diketahui berkewarganegaraan Bulgaria, berperawakan sedang, berkepala plontos dengan jenggot tipis, mengenakan baju hitam dan celana pendek putih. Menurut narasi yang beredar, kejadian tersebut terjadi di dekat Pura Desa Puseh, Desa Tumbak Bayu.
Dalam video yang beredar, terlihat pula senjata tajam berupa pisau lipat yang diduga milik WNA tersebut diperlihatkan oleh seorang pecalang. Sempat terjadi adu mulut antara WNA tersebut dengan beberapa pecalang menggunakan bahasa asing.
"Siapa namamu?" tanya seorang pecalang kepada WNA tersebut dalam Bahasa Inggris, seperti terdengar dalam video.
Menurut keterangan Kombes Ariasandy, WNA Bulgaria tersebut diamankan sekitar pukul 03.45 Wita. Namun, pihak kepolisian belum memberikan keterangan lebih detail mengenai kronologis kejadian serta motif yang mendasari tindakan WNA tersebut.
Mengenal Malam Pengerupukan
Malam pengerupukan merupakan bagian penting dari rangkaian perayaan Hari Raya Nyepi bagi umat Hindu di Bali. Secara harfiah, pengerupukan berarti mengusir Bhuta Kala, yang dalam kepercayaan Hindu merupakan representasi dari energi negatif atau kekuatan jahat, dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar. Tujuannya adalah untuk membersihkan dan mensucikan lingkungan sebelum memasuki Hari Raya Nyepi yang penuh dengan keheningan dan introspeksi diri.
Rangkaian pengerupukan biasanya dimulai dengan upacara Tawur Agung Kesanga, yaitu upacara persembahan dan penyucian yang bertujuan untuk menyeimbangkan alam semesta. Setelah upacara ini, masyarakat akan menggelar pawai ogoh-ogoh pada sore atau malam hari (sandhyakala), yang merupakan puncak dari malam pengerupukan.
Ogoh-ogoh adalah patung raksasa yang menggambarkan kepribadian dan sosok Bhuta Kala. Patung ini biasanya divisualisasikan dengan tubuh besar, kuku panjang, dan wajah seram. Ogoh-ogoh diarak keliling desa oleh para pemuda-pemudi (Sekaa Teruna Teruni) dari masing-masing banjar adat, diiringi oleh obor dan gamelan. Setelah diarak, ogoh-ogoh tersebut kemudian dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini melambangkan pemusnahan kejahatan dan energi negatif dari bumi.
Keesokan harinya, masyarakat Bali merayakan Tahun Baru Saka atau Hari Raya Nyepi dengan melaksanakan Catur Brata Penyepian, yaitu empat pantangan utama yang meliputi:
- Amati Geni: Tidak menyalakan api atau lampu.
- Amati Karya: Tidak bekerja.
- Amati Lelungan: Tidak bepergian.
- Amati Lelanguan: Tidak mencari hiburan.
Tradisi ogoh-ogoh sendiri baru meluas sebagai bagian dari rangkaian Nyepi di Bali sejak tahun 1980-an. Sejak saat itu, masyarakat di Denpasar mulai membuat ogoh-ogoh, dan budaya ini semakin populer setelah diikutkan dalam Pesta Kesenian Bali XII. Seiring berjalannya waktu, pembuatan ogoh-ogoh pun semakin kreatif dan inovatif, dengan menggunakan berbagai bahan seperti kerangka besi, bambu, dan styrofoam.
Malam pengerupukan kini menjadi salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan yang berkunjung ke Bali. Pawai ogoh-ogoh selalu dihadiri oleh banyak orang, baik wisatawan domestik maupun mancanegara, yang ingin menyaksikan kemeriahan dan keunikan tradisi Bali ini.