Analisis BMKG: Gempa Myanmar Tidak Berdampak Signifikan pada Aktivitas Seismik di Indonesia

Gempa Dahsyat Myanmar dan Implikasinya Terhadap Indonesia: Kajian Mendalam BMKG

Gempa bumi berkekuatan Magnitudo 7.7 yang mengguncang Myanmar pada hari Jumat, 28 Maret, memicu kekhawatiran global terkait potensi dampak rambatannya ke wilayah lain, termasuk Indonesia. Guncangan kuat tersebut dirasakan hingga Thailand, menyebabkan kerusakan signifikan dan korban jiwa. Menanggapi kekhawatiran ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Republik Indonesia memberikan penjelasan komprehensif mengenai potensi pengaruh gempa Myanmar terhadap aktivitas seismik di Indonesia.

Penjelasan BMKG: Tidak Ada Korelasi Langsung

Menurut Direktur Gempabumi dan Tsunami BMKG, Daryono, secara tegas menyatakan bahwa gempa Myanmar tidak secara langsung memengaruhi kegempaan di Indonesia. Alasannya terletak pada perbedaan sumber gempa dan karakteristik patahan. Pemicu utama gempa Myanmar adalah jalur sesar Sagaing, yang tidak berlanjut hingga ke wilayah Indonesia. Jarak antara ujung selatan jalur sesar Sagaing dan Pulau Sabang mencapai sekitar 1.256 km, yang dianggap cukup jauh untuk memicu aktivitas seismik di Indonesia.

Prinsip Dasar Mekanisme Gempa: Rilis Energi Mandiri

Daryono menjelaskan bahwa masing-masing segmen sumber gempa memiliki mekanisme rilis energi sendiri. Tidak ada teori yang mendukung gagasan bahwa gempa bumi dapat saling memicu atau merambat. Jika terjadi aktivitas gempa berdekatan dalam waktu dan ruang, hal itu lebih merupakan faktor kebetulan, terutama di wilayah yang memiliki banyak sumber gempa aktif. Akumulasi tegangan pada setiap segmen sesar terjadi secara independen, dan pergeseran tiba-tiba yang menghasilkan gempa terjadi ketika batas elastisitas batuan terlampaui.

Gempa Susulan: Konsekuensi Logis Gempa Utama

Satu-satunya kaitan yang dapat dijelaskan secara ilmiah adalah hubungan antara gempa utama (mainshock) dan gempa susulan (aftershocks). Gempa susulan terjadi akibat transfer tegangan statis dari gempa utama, tetapi efek ini terbatas pada wilayah yang sangat dekat dengan pusat gempa utama.

Teori Pemicuan Gempa: Statis vs. Dinamis

  • Pemicuan Statis: Terjadi pada gempa-gempa yang berdekatan, menghasilkan gempa susulan di sekitar gempa utama akibat transfer tegangan statis.
  • Pemicuan Dinamis: Berkaitan dengan gempa-gempa yang lebih jauh, melibatkan transfer tegangan melalui gelombang seismik. Konsep ini kompleks dan memerlukan banyak persyaratan yang harus dipenuhi.

Sistem Sumber Gempa Aktif di Indonesia: Zona Sesar dan Subduksi

Indonesia memiliki sistem sumber gempa sesar aktif dan zona subduksi sendiri yang menjadi pemicu utama aktivitas seismik di wilayahnya. Oleh karena itu, aktivitas tektonik di zona sesar Sagaing di Myanmar tidak secara langsung memengaruhi Indonesia. Bahkan jika antar segmen sesar berdekatan, jika salah satu sesar belum mencapai tingkat akumulasi energi yang matang, maka tidak akan terjadi saling picu gempa.

Dampak Gempa Myanmar: Kerusakan dan Korban Jiwa

Gempa M 7.7 di Myanmar menyebabkan kerusakan besar di sebagian besar wilayah negara tersebut dan Thailand. Di Thailand, sebuah gedung pencakar langit yang sedang dibangun roboh. Korban jiwa mencapai ribuan orang dan ribuan lainnya mengalami luka-luka.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis BMKG, gempa dahsyat di Myanmar tidak berdampak langsung pada aktivitas seismik di Indonesia. Perbedaan sumber gempa, jarak yang cukup jauh, dan mekanisme rilis energi mandiri pada setiap segmen sesar menjadi faktor penentu dalam hal ini. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap diperlukan mengingat Indonesia merupakan wilayah yang aktif secara seismik dan memiliki potensi gempa bumi yang tinggi.