Ramadan di Zliten: Potret Kedermawanan Masyarakat Libya terhadap Mahasiswa Indonesia

Bulan Ramadan, bagi umat Muslim di seluruh dunia, merupakan momentum peningkatan ibadah dan refleksi diri. Di bulan yang mulia ini, Al-Qur'an diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia. Puasa diwajibkan, menahan diri dari segala hawa nafsu, dengan harapan mencapai derajat takwa yang lebih tinggi.

Ramadan tahun 2025 menjadi Ramadan ketiga bagi saya di Zliten, Libya. Sebuah negara yang sayangnya lebih dikenal karena konflik berkepanjangan. Darul Ifta Libya mengumumkan awal Ramadan tahun ini jatuh pada hari Sabtu, 1 Maret 2025, penentuan yang didasarkan pada rukyat hilal, serupa dengan metode yang digunakan di Indonesia.

Suasana Ramadan di Zliten telah meresap dalam keseharian para mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di sini. Zliten, yang dikenal sebagai kota ulama, masjid-masjidnya selalu dipenuhi jamaah dalam setiap shalat wajib, terutama Zuhur, Ashar, dan Tarawih. Bahkan, masjid berkapasitas 3.000 orang pun terasa penuh sesak.

Masjid tak pernah sepi dari lantunan ayat suci Al-Qur'an. Namun, tradisi i'tikaf yang umum dilakukan di Indonesia pada malam hari, kurang populer di kalangan masyarakat Libya. Suasana sore hari pun berbeda. Tidak ada penjual takjil dadakan seperti di Indonesia. Masyarakat Libya lebih memilih membeli bahan-bahan pokok dan membuat hidangan berbuka sendiri di rumah, sembari berkumpul bersama keluarga besar. Jika tidak sempat, mereka lebih suka membeli kue-kue yang dijual di toko.

Kedermawanan Masyarakat Zliten

Masyarakat Libya memiliki rasa hormat yang tinggi terhadap mahasiswa Indonesia yang datang jauh-jauh untuk menuntut ilmu agama. Hal ini tercermin dari kedermawanan mereka, terutama di bulan Ramadan. Setiap hari, mahasiswa Indonesia menerima takjil berupa kurma, susu, yogurt, roti, serta hidangan khas seperti couscous, nasi dengan ayam dan kuah bawang bombay, atau makaroni pedas dengan ayam panggang.

Uniknya, makanan tersebut disajikan dalam satu nampan berukuran sedang untuk porsi empat orang. Bahkan, tak hanya takjil, mereka juga memberikan makanan untuk sahur. Saking dermawannya, suatu hari ketika saya sedang membaca Al-Qur'an di masjid, seseorang menghampiri dan memberikan 100 dinar Libya (sekitar Rp 280.000), dan beberapa orang lainnya juga bersedekah dengan nominal yang berbeda.

Suasana Spiritual Ramadan

Suasana kota Zliten di bulan Ramadan diwarnai dengan lantunan ayat suci Al-Qur'an dari pagi hingga malam. Shalat Tarawih dilaksanakan sebanyak 13 rakaat, terdiri dari 10 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir. Setiap rakaat, imam membaca dua tsumun atau setara dengan satu setengah lembar Al-Qur'an menggunakan riwayat Imam Qolun An Nafi'. Dengan demikian, setiap malam Tarawih dibacakan sebanyak satu setengah juz Al-Qur'an.

Saat waktu sahur tiba, tidak ada pengumuman melalui pengeras suara masjid atau tradisi membangunkan sahur dengan memukul bambu seperti di Indonesia. Hanya ada azan sebagai penanda waktu imsak, dan 15 menit kemudian azan Subuh berkumandang.

Inilah gambaran suasana Ramadan di Libya, khususnya di Kota Zliten, mulai dari suasananya hingga keramahan masyarakatnya.

Izzuddien Bilhaq Mahasiswa Indonesia Jurusan Ushuluddin di Al Asmariyah Islamic University, Libya.