Inovasi Kuliner Batu: Nastar Apel, Oleh-Oleh Unik yang Mendunia

Nastar Apel: Inovasi Kuliner dari Kota Batu yang Mengguncang Lidah

Di tengah hiruk pikuk Jalan Raya Sengkaling, Kota Batu, sebuah kreasi kuliner unik lahir dan siap mengguncang dunia oleh-oleh. Adalah Nastar Apel, camilan berbentuk buah apel yang bukan hanya lezat, tetapi juga menyimpan cerita tentang kegigihan, inovasi, dan cinta akan kampung halaman. Di balik kelezatan Nastar Apel ini, ada sosok Robiatun Hasanah, pemilik Rumah Kue Obby yang tak kenal lelah berinovasi.

Bermula dari Mimpi dan Apel Khas Batu

Robiatun, seorang pengusaha kue tradisional, selalu memimpikan menciptakan ikon oleh-oleh khas Kota Batu. Ide itu bersemayam dalam benaknya hingga menjelang Natal 2024, ketika ia teringat saran untuk menggabungkan nastar dengan apel, buah kebanggaan Kota Batu. Dengan semangat membara, ia memulai serangkaian percobaan, menggunakan berbagai jenis apel seperti Ana, Manalagi, hingga Roombuti. Pada akhirnya, apel Roombuti menjadi pilihan sempurna karena keseimbangan rasa asam dan manisnya yang khas.

"Saya ingin orang menikmati apel dengan cara yang berbeda. Malang sudah terkenal dengan keripik apel, kenapa tidak ada nastar apel?" ungkap Robiatun, terinspirasi untuk menghadirkan sensasi baru dalam menikmati buah apel.

Tantangan dan Ketekunan dalam Penciptaan

Tidak hanya rasa, bentuk pun menjadi perhatian utama. Robiatun ingin nastar apelnya mudah dikenali dan berbeda dari nastar biasa. Ia pun memutuskan untuk membentuknya menyerupai apel mini dengan warna hijau kemerahan yang ikonik. Proses pembuatan nastar apel ini tidaklah mudah. Dari segi adonan, Robiatun harus menyesuaikan resep karena transisi dari produksi manual ke mesin. Ia bahkan harus mengganti butter hingga tiga kali untuk mendapatkan rasa yang pas.

"Mesin itu nggak bisa bekerja seperti tangan, kalau nggak sempurna, saya harus buang adonan. Awal Ramadhan, saya sampai stres karena banyak yang terbuang. Saya sempat hampir menyerah, tapi saya 'ngeyelan', kalau belum ketemu yang pas, saya nggak bisa tidur," kenang Robiatun tentang masa-masa sulitnya.

Tantangan lain datang dari proses pewarnaan. Robiatun tidak bisa menggunakan teknik semprot karena akan menghilangkan seratnya. Ia harus mewarnai satu per satu dengan kuas agar hasilnya maksimal.

Ledakan Popularitas dan Dampak Positif

Nastar apel pertama kali diluncurkan pada 15 Desember 2024. Awalnya, Robiatun hanya mampu memproduksi 51 toples sehari secara manual. Namun, setelah viral di media sosial, terutama TikTok, permintaan melonjak drastis. Kini, dengan bantuan mesin, Rumah Kue Obby mampu menghasilkan hingga 500 toples sehari.

"Liburan tahun baru, ada hampir 50 orang datang ke toko saya cari nastar apel, dan kami nggak bisa memenuhi semua permintaan. Kasihan mereka sudah jauh-jauh datang," kata Robiatun, terharu dengan antusiasme konsumen.

Penjualan online pun mengalami perkembangan pesat. Live TikTok menjadi andalan, dengan penjualan mencapai 300 hingga 350 pax dalam satu sesi. Bahkan, melalui program afiliasi, lebih dari 400 toples terjual dalam sekali waktu.

Kehadiran nastar apel tidak hanya menjadi primadona baru di dunia oleh-oleh, tetapi juga memberikan dampak positif bagi para petani apel Malang. Jika sebelumnya Robiatun hanya membeli 4 kg apel per hari, kini kebutuhannya meningkat menjadi 1-2 kuintal per hari.

"Saya ingin petani apel juga merasakan manfaat dari tingginya permintaan ini," ujarnya.

Harapan dan Rencana Masa Depan

Menjelang Hari Raya Idul Fitri, Robiatun dihadapkan pada tantangan baru. Produksi yang baru berjalan tiga bulan ini masih dalam tahap adaptasi. Dengan kapasitas produksi 300-500 toples per hari yang langsung habis, ia ingin menyiapkan stok untuk oleh-oleh Lebaran, tetapi belum bisa karena permintaan terus membanjir.

Saat ini, nastar apel dijual di toko sendiri dan melalui penjualan online. Namun, ke depannya, Robiatun berharap bisa bekerja sama dengan toko oleh-oleh agar lebih banyak orang bisa menikmatinya. Bahkan, seorang chef dari Malaysia tertarik untuk membawa nastar apel ke Singapura, Brunei Darussalam, dan Malaysia, tetapi untuk saat ini, ekspor masih di luar jangkauannya.

"Ini seperti bayi prematur produksi, masih tiga bulan, tapi saya ingin mempersiapkan sebaik mungkin agar bisa memenuhi pasar," kata Robiatun dengan penuh optimisme.

Nastar apel hadir dalam empat varian kemasan: toples kotak, tabung, dan boks, dengan harga mulai dari Rp 85.000 per toples, Rp 35.000 per boks, dan Rp 100.000 untuk pembelian 3 boks.

Perjalanan Robiatun dengan nastar apel adalah bukti bahwa doa dan kerja keras bisa membawa keberkahan. Sebelum viral di media sosial, ia pernah bermimpi menjual 10.000 pcs, meski tak tahu bagaimana caranya. Kini, mimpinya perlahan menjadi kenyataan.

"Saya percaya kalau ini memang rezeki saya, pasti akan datang jalannya. Dan ternyata, pertengahan Ramadhan kemarin, sudah mencapai 5.000 pcs," ungkapnya penuh syukur.

Perjalanan nastar apel masih panjang, namun dari sebuah ide sederhana, inovasi ini telah mengangkat nama Kota Batu ke kancah kuliner Indonesia dan berpotensi mendunia.