Pengabdian di Tengah Sunyi: Seorang Pria Bali Rayakan Nyepi di Rumah Sakit Demi Ibunda Tercinta
Perayaan Hari Raya Nyepi tahun ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi I Cening Merta. Alih-alih khusyuk menjalani Catur Brata Penyepian di kediamannya, ia harus mendampingi sang ibunda yang tengah dirawat di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Prof. dr. IGNG Ngoerah, Denpasar.
Kisah ini bermula ketika ibunda Merta, yang menderita penyakit jantung, menjalani perawatan intensif di Singaraja. Mengingat kondisi yang memerlukan penanganan lebih lanjut, pihak keluarga memutuskan untuk merujuk beliau ke RSUP Ngoerah, rumah sakit terbesar di Nusa Tenggara.
"Ini pertama kalinya saya merayakan Nyepi di rumah sakit karena ibu sakit jantung. Biasanya saya di rumah, menjalankan puasa 24 jam. Sekarang, tidak bisa puasa, rasanya agak bingung juga karena itu sudah menjadi kebiasaan," ungkap Merta dengan nada prihatin, saat ditemui di RSUP Ngoerah, Sabtu (29/3/2025).
Suasana Nyepi di rumah sakit memang jauh berbeda dengan suasana hening dan khusyuk di rumah. Meski suasana tenang tetap terasa, aktivitas pelayanan kesehatan tetap berjalan seperti biasa.
"Baru tahu situasi Nyepi di rumah sakit seperti ini. Yang bisa hilir mudik hanya yang bersifat darurat. Di sini kami tidak bisa menjalankan Catur Brata Penyepian sesuai adat istiadat," jelas pria berusia 57 tahun itu.
Sudah dua hari dua malam Merta setia menemani ibundanya di rumah sakit. Bersama adik dan iparnya, mereka menunggu kabar baik dari dokter mengenai perkembangan kondisi kesehatan sang ibu.
"Kami membawa tikar, bantal, selimut, makanan secukupnya. Kebutuhan lain beli di sini saja," tutur Merta.
Keputusan untuk meninggalkan istri dan keempat anaknya di rumah saat Nyepi bukanlah hal yang mudah. Namun, bagi Merta, pengabdian kepada orang tua adalah yang utama.
"Sebenarnya kami ingin menjaga muruah Hari Raya Nyepi. Tapi ini juga bentuk pengabdian kepada orang tua. Kapan lagi kita bisa berbakti? Ini momen yang harus dijalani dengan ikhlas," ujarnya dengan tulus.
Bagi Merta, esensi Nyepi tidak hanya terletak pada pelaksanaan adat istiadat, tetapi juga pada kesadaran pribadi untuk merenung dan memperbaiki diri. Ia meyakini bahwa Nyepi adalah tentang kemauan dan kesadaran diri.
"Nyepi itu tergantung diri sendiri, bukan semata-mata karena adat. Semua kembali pada kemauan dan kesadaran masing-masing," jelasnya.
Di tengah keterbatasan dan suasana yang berbeda, Merta tetap berusaha memaknai Nyepi dengan sebaik-baiknya. Baginya, Nyepi tahun ini adalah tentang belajar menerima keadaan dan berbakti kepada orang tua.
Kisah I Cening Merta ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pengabdian kepada keluarga, terutama orang tua, adalah hal yang utama. Bahkan di tengah keterbatasan dan tradisi yang tidak bisa dijalankan sepenuhnya, esensi dari Nyepi, yaitu kedamaian dan perenungan diri, tetap bisa dirasakan.
Berikut adalah poin-poin penting dari cerita I Cening Merta:
- Pengorbanan: Merta rela meninggalkan keluarga di rumah saat Nyepi demi menemani ibunya di rumah sakit.
- Pengabdian: Merta menunjukkan baktinya kepada orang tua dengan menemani dan merawat ibunya yang sakit.
- Pemaknaan Nyepi: Merta memaknai Nyepi bukan hanya sebagai ritual adat, tetapi juga sebagai momen untuk merenung dan berbakti kepada orang tua.
- Keterbatasan: Merta tidak bisa menjalankan Catur Brata Penyepian seperti biasa karena harus berada di rumah sakit.
- Adaptasi: Merta berusaha beradaptasi dengan suasana Nyepi di rumah sakit dan tetap memaknainya dengan sebaik-baiknya.
Kisah Merta adalah cerminan dari nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam masyarakat Bali, yaitu pengabdian kepada keluarga dan pemaknaan spiritual dalam setiap aspek kehidupan.