Semarak Lebaran di Desa Boto: Tradisi 'Jenang Perekat Silaturahmi' yang Terus Lestari
Semarak Lebaran di Desa Boto: Tradisi 'Jenang Perekat Silaturahmi' yang Terus Lestari
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, sebuah tradisi unik dan bermakna dalam terus hidup dan dilestarikan di Desa Boto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Tradisi ini bukan sekadar ritual tahunan, melainkan sebuah simbol perekat silaturahmi dan persaudaraan antar warga, yaitu pembuatan dan pembagian jenang.
Di tengah kesibukan mempersiapkan perayaan Lebaran, warga Desa Boto bergotong royong, bahu membahu mengolah jenang. Proses pembuatan jenang ini sendiri bukanlah perkara mudah dan membutuhkan waktu yang tidak singkat. Namun, semangat kebersamaan dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, membuat proses ini terasa ringan dan menyenangkan.
Sjaichul Hadi, tokoh masyarakat Desa Boto yang juga menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Semarang, mengungkapkan bahwa tradisi pembuatan jenang ini telah diwariskan secara turun temurun. "Ini memang sudah turun temurun, kalau sejak kapan dimulai ya sudah lama sekali. Pembuatan jenang ini dilakukan setiap lebaran," ujarnya.
Makna Mendalam di Balik Sepotong Jenang
Lebih dari sekadar makanan, jenang bagi warga Desa Boto memiliki makna filosofis yang mendalam. Sjaichul Hadi menjelaskan bahwa pembuatan jenang melambangkan proses peleburan perbedaan dan penguatan persatuan. Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat jenang berasal dari berbagai macam unsur, namun ketika diolah menjadi satu, menghasilkan jenang yang lengket dan kokoh.
"Bahan-bahan untuk membuat jenang itu kan beraneka macam, lalu hasilnya jadi jenang lengket yang filosofisnya itu menjadi satu dan tidak mudah tercerai-berai. Namun tetap bisa dinikmati dengan penuh kelezatan," ungkap Sjaichul.
Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan jenang adalah tepung beras, gula jawa, dan kelapa. Proses pengolahannya pun membutuhkan ketelitian dan kesabaran. Mulai dari memeras kelapa menjadi santan hingga menunggu santan mengeluarkan minyak, semua dilakukan dengan penuh kehati-hatian.
"Waktu pengolahannya memang lama, mulai dari kelapa menjadi santan dan keluar minyak. Lalu semua bahan dijadikan satu kemudian diaduk terus tidak boleh berhenti hingga mencapai kekentalan yang sesuai," jelas Sjaichul.
Berbagi Kebahagiaan, Mempererat Tali Silaturahmi
Setelah proses pembuatan jenang selesai, hasil olahan tidak dinikmati sendiri. Warga Desa Boto dengan senang hati membagikan jenang tersebut kepada sanak saudara dan tetangga. Tradisi ini menjadi wujud nyata dari semangat berbagi kebahagiaan dan mempererat tali silaturahmi.
"Tujuannya ya biar semua menikmati, karena itu tadi makna jenang, semua harus rekat dalam silaturahmi dan persaudaraan," pungkas Sjaichul.
Tradisi pembuatan dan pembagian jenang menjelang Lebaran di Desa Boto bukan hanya sekadar kegiatan seremonial. Lebih dari itu, tradisi ini merupakan simbol identitas, perekat sosial, dan pengingat akan pentingnya menjaga kebersamaan dan persaudaraan. Di tengah arus modernisasi yang semakin deras, tradisi ini menjadi oase yang menyejukkan dan menghidupkan nilai-nilai luhur budaya bangsa.
Kegiatan ini menunjukan bahwa tradisi jenang bukan sekedar soal materi, tetapi nilai kebersamaan dan gotong royong. Bahan-bahan didapatkan dari hasil bumi warga sendiri, sehingga tidak membebani secara finansial. Yang terpenting adalah bagaimana tradisi ini terus dilestarikan setiap tahunnya, karena maknanya sangat berarti bagi seluruh masyarakat Desa Boto.
- Filosofi Jenang: Lebih dari sekadar makanan, jenang melambangkan persatuan, kebersamaan, dan kekuatan yang terjalin erat.
- Gotong Royong: Proses pembuatan jenang melibatkan seluruh warga desa, mempererat tali persaudaraan dan kebersamaan.
- Berbagi Kebahagiaan: Jenang yang telah dibuat dibagikan kepada seluruh warga, sebagai wujud syukur dan kebahagiaan menyambut Lebaran.
- Tradisi Turun Temurun: Tradisi ini telah diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas Desa Boto.