Kerusakan Ornamen Penyu Alun-alun Gadobangkong: Anggaran Rp 30 Juta, Bukan Miliaran dan Bukan untuk Diduduki

Kerusakan Ornamen Penyu Alun-alun Gadobangkong: Klarifikasi Kontraktor

Kehebohan publik terkait kerusakan ornamen patung penyu di Alun-alun Gadobangkong, Sukabumi, Jawa Barat, telah menimbulkan beragam spekulasi, terutama mengenai besarnya anggaran yang digelontorkan untuk proyek tersebut. Beredar kabar yang menyebutkan bahwa proyek ini menghabiskan anggaran miliaran rupiah. Namun, kontraktor proyek, melalui perwakilannya Imran Firdaus, memberikan klarifikasi resmi terkait hal tersebut. Imran menegaskan bahwa biaya pembuatan ornamen penyu tersebut hanyalah sekitar Rp 30 juta, sesuai dengan spesifikasi proyek yang telah disepakati dan tercantum dalam kontrak kerja. Angka tersebut jauh berbeda dari isu yang beredar di masyarakat dan media sosial.

Penjelasan lebih lanjut disampaikan Imran mengenai material pembuatan ornamen yang sempat menjadi sorotan. Beredar video yang menunjukkan penggunaan kardus dan bambu dalam proses pembuatan. Imran menjelaskan bahwa material tersebut bukanlah bagian dari struktur utama patung. Kardus dan bambu hanya difungsikan sebagai cetakan sementara dalam proses awal pembentukan patung penyu dari bahan resin dan fiberglass. Resin dan fiberglass, menurut Imran, merupakan material yang umum digunakan dalam pembuatan patung sejenis dan sesuai dengan standar kualitas yang telah ditentukan.

Setelah proses pencetakan selesai, material kardus dan bambu tersebut disingkirkan, dan patung penyu kemudian diperkuat dengan resin dan fiberglass untuk menciptakan struktur yang kokoh dan tahan lama. Penggunaan material kardus dan bambu semata-mata untuk mempermudah proses pembentukan dan bukan bagian integral dari ornamen yang berdiri kokoh di Alun-alun Gadobangkong. Kontraktor juga menekankan bahwa proses pengerjaan telah sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah disetujui dan diawasi dengan ketat.

Lebih lanjut, Imran menyoroti penyebab kerusakan ornamen penyu tersebut. Dia menjelaskan bahwa ornamen tersebut tidak dirancang untuk dapat dinaiki atau diduduki oleh pengunjung. Namun, terlihat banyak pengunjung yang mengabaikan hal tersebut dan menggunakan patung sebagai tempat berfoto, bahkan memanjat di atasnya. Hal inilah yang diduga menyebabkan tekanan berlebih pada struktur ornamen, mempercepat proses kerusakan dan akhirnya menyebabkan kondisi seperti yang terlihat saat ini. Kontraktor pun menyayangkan perilaku pengunjung yang tidak bertanggung jawab ini.

Kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi pengelola Alun-alun Gadobangkong dan juga bagi masyarakat luas akan pentingnya menjaga fasilitas umum. Perlu adanya sosialisasi dan penegakan aturan untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa mendatang. Langkah-langkah preventif seperti penambahan rambu peringatan dan pengawasan yang lebih ketat perlu dipertimbangkan untuk melindungi aset publik dan memastikan kelestariannya.

Kesimpulannya, kerusakan ornamen penyu di Alun-alun Gadobangkong bukanlah karena kesalahan teknis dalam proses pengerjaan atau penggunaan anggaran yang tidak tepat. Namun, lebih disebabkan oleh faktor eksternal, yakni perilaku pengunjung yang tidak bertanggung jawab. Klarifikasi dari kontraktor ini diharapkan dapat meluruskan informasi yang keliru yang telah beredar di masyarakat.