Atur Konsumsi Gula saat Berbuka Puasa: Cegah Risiko Obesitas dan Penyakit Tidak Menular
Atur Konsumsi Gula saat Berbuka Puasa: Cegah Risiko Obesitas dan Penyakit Tidak Menular
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi, menekankan pentingnya pengaturan konsumsi makanan manis selama bulan Ramadan. Kebiasaan mengonsumsi takjil dengan kadar gula tinggi saat berbuka puasa, meskipun menjadi tradisi, berpotensi meningkatkan risiko obesitas dan berbagai penyakit tidak menular lainnya jika tidak dikontrol dengan bijak. Hal ini disampaikan dalam temu media di Jakarta, Selasa (5/3/2025).
"Budaya masyarakat yang kurang memahami dampak konsumsi gula berlebih dapat memicu berbagai masalah kesehatan," ujar Nadia. Ia menjelaskan bahwa banyak minuman dan makanan yang tersedia di pasaran, termasuk takjil populer seperti es buah dan kolak, mengandung gula dalam jumlah signifikan. Kebiasaan langsung mengonsumsi makanan manis dalam porsi besar sebagai kompensasi rasa lapar setelah berpuasa juga perlu diwaspadai. Meskipun konsumsi gula diperbolehkan, penting untuk membatasi jumlahnya dan memilih sumber gula yang lebih sehat. "Anjuran Nabi Muhammad SAW untuk mengonsumsi kurma sebagai makanan manis patut dicontoh, karena kurma memiliki rasa manis alami tanpa membahayakan kesehatan," imbuhnya.
Selain gula, Nadia juga menyoroti pentingnya pengaturan asupan garam dan lemak. Makanan rumahan yang dimasak dalam jumlah banyak seringkali mengandung garam lebih tinggi daripada yang dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu, Kemenkes menganjurkan masyarakat untuk menerapkan pola makan sehat dengan memperhatikan batas konsumsi harian yang direkomendasikan, yaitu:
- Empat sendok makan gula
- Satu sendok teh garam
- Lima sendok makan minyak
Nadia juga mengingatkan pentingnya menjaga asupan cairan. Kebutuhan cairan minimal delapan gelas atau dua liter air putih per hari tetap harus dipenuhi, bahkan selama berpuasa. "Banyak yang hanya mengonsumsi dua gelas air saat berpuasa, padahal asupan cairan tetap harus terpenuhi setelah berbuka," tegasnya. Kemenkes terus menggalakkan kampanye untuk membatasi konsumsi gula, garam, dan lemak melalui berbagai program kesehatan. Peraturan terkait pelabelan informasi nilai gizi pada makanan olahan dan siap saji juga diperkuat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola makan sehat dan terhindar dari risiko obesitas dan penyakit kronis.
Kemenkes menekankan bahwa meski berpuasa, kebutuhan kalori harian tetap harus dijaga dan tidak boleh berlebihan. Mengonsumsi makanan dalam porsi berlebih setelah berpuasa tidak hanya meningkatkan risiko obesitas, tetapi juga dapat mengganggu kesehatan secara keseluruhan. Oleh karena itu, kesadaran dan kedisiplinan dalam mengatur pola makan menjadi kunci utama untuk menjaga kesehatan selama bulan Ramadan dan seterusnya.