Aksi Protes UU TNI di Gedung DPR Memanas: Demonstran Bentrok dengan Aparat, Tuntut Pembatalan Undang-Undang

Demonstrasi UU TNI di Depan Gedung DPR Ricuh, Aparat Bertindak

Aksi unjuk rasa menentang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) di depan Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, pada Kamis (27/3/2025) berujung ricuh. Ribuan demonstran, yang sebagian besar mengenakan pakaian serba hitam dan atribut pelindung diri, terlibat bentrok dengan aparat kepolisian yang berjaga.

Awal Mula Aksi dan Tuntutan Massa

Aksi ini merupakan kelanjutan dari serangkaian demonstrasi serupa yang dipicu oleh pengesahan revisi UU TNI oleh DPR RI pada tanggal 20 Maret 2025. Para pengunjuk rasa menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait potensi kembalinya dwifungsi TNI, sebuah konsep kontroversial dari era Orde Baru yang memberikan peran ganda kepada militer dalam pemerintahan sipil. Mereka menilai, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, UU TNI yang baru membuka celah bagi militer untuk terlibat lebih jauh dalam urusan politik dan pemerintahan, yang seharusnya menjadi ranah sipil sepenuhnya.

Tuntutan utama massa aksi adalah pembatalan UU TNI. Mereka menyerukan agar TNI dikembalikan ke barak, fokus pada tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan dan keamanan negara dari ancaman eksternal. Selain itu, demonstran juga menyoroti pembahasan RUU Polri yang dianggap berpotensi mengancam kebebasan sipil dan memperluas kewenangan aparat kepolisian secara berlebihan. Poster dan stiker bernada kritis terhadap UU TNI dan RUU Polri menghiasi area sekitar Gedung DPR, mencerminkan keresahan publik terhadap arah kebijakan yang diambil oleh parlemen.

Eskalasi Ketegangan dan Bentrokan

Seiring berjalannya waktu, jumlah demonstran semakin bertambah, memadati area gerbang masuk Gedung DPR. Orasi-orasi berapi-api menggema, membangkitkan semangat perlawanan. Massa bahkan membakar ban sebagai simbol protes. Lagu-lagu perjuangan seperti "Buruh Tani" dan ikrar Sumpah Pemuda dikumandangkan, menyuarakan persatuan dan tekad untuk melawan ketidakadilan.

Sayangnya, tidak ada satupun perwakilan dari DPR RI yang bersedia menemui massa aksi untuk berdialog dan mendengarkan aspirasi mereka. Kondisi ini memicu kemarahan demonstran. Beberapa di antara mereka mencoba memanjat pagar Gedung DPR dan melemparkan petasan ke arah aparat kepolisian yang berjaga di dalam. Sebagai respons, polisi menembakkan water cannon untuk membubarkan massa.

Namun, tindakan represif ini tidak membuat demonstran gentar. Mereka justru semakinSolid, membentuk barisan dengan payung sebagai perisai untuk melindungi diri dari semprotan air. Aksi saling dorong dan lempar pun tak terhindarkan. Suasana semakin memanas menjelang waktu berbuka puasa.

Pembubaran Paksa dan Perlawanan Demonstran

Saat adzan Maghrib berkumandang, ketegangan mencapai puncaknya. Polisi terus berupaya membubarkan massa dengan menembakkan water cannon dan bergerak maju menyusuri Jalan Gatot Subroto. Demonstran melakukan perlawanan dengan melemparkan petasan, molotov, dan berbagai benda tumpul ke arah aparat. Teriakan-teriakan seperti "revolusi" dan "alerta" menggema di tengah kerumunan.

Meskipun mendapat perlawanan, polisi terus merangsek maju, memaksa demonstran untuk mundur secara perlahan. Aksi saling dorong dan lempar terus terjadi hingga massa aksi terpecah dan berhamburan.

Bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian ini menambah daftar panjang aksi protes terhadap UU TNI yang berujung ricuh. Situasi ini mencerminkan adanya ketegangan yang mendalam antara masyarakat sipil dan pemerintah terkait isu peran militer dalam kehidupan bernegara. Pemerintah dan DPR diharapkan dapat membuka diri terhadap dialog yang konstruktif dengan masyarakat sipil untuk mencari solusi yang komprehensif dan menjamin terciptanya supremasi sipil yang kuat di Indonesia.