Kontroversi Konferensi Anti-Semitisme Yerusalem: Sorotan pada Tokoh Kontroversial dan Kritik yang Meningkat

Kontroversi Konferensi Anti-Semitisme Yerusalem: Sorotan pada Tokoh Kontroversial dan Kritik yang Meningkat

Konferensi tentang anti-Semitisme yang diselenggarakan oleh Kementerian Urusan Diaspora dan Pemberantasan Antisemitisme Israel di Yerusalem pada tanggal 26-27 Maret 2025, menuai kecaman luas. Kritik ini muncul bukan karena tema yang diangkat, melainkan karena daftar tamu undangan yang dianggap problematik.

Sorotan utama tertuju pada kehadiran sejumlah tokoh politik dari Eropa yang dikenal dengan pandangan populis sayap kanan, anti-imigran, dan dalam beberapa kasus, anti-Islam. Tokoh-tokoh seperti Jordan Bardella dari partai Rassemblement National (RN) Prancis, perwakilan dari partai Fidesz pimpinan Viktor Orban di Hungaria, dan Presiden Republika Srpska, Milorad Dodik, yang dikenal dekat dengan Vladimir Putin, termasuk di antara mereka yang diundang. Kehadiran Presiden Argentina Javier Milei juga menjadi perhatian, terutama karena sikapnya yang dianggap anti-Muslim oleh beberapa kalangan.

Fokus pada Antisemitisme Islam dan Kekhawatiran yang Terabaikan

Program konferensi memperjelas fokus utama pada antisemitisme yang dikaitkan dengan Islam radikal. Salah satu topik yang diangkat adalah "Bagaimana Islam radikal memicu antisemitisme Barat". Fakta ini menimbulkan pertanyaan mengapa konferensi tersebut tidak membahas secara mendalam hubungan antara kelompok radikal kanan dan antisemitisme. Padahal, berbagai peneliti dan organisasi Yahudi telah lama memperingatkan tentang bahaya kebangkitan kelompok radikal kanan sebagai ancaman nyata bagi kehidupan Yahudi di Eropa dan di seluruh dunia.

Kritik dan Pembatalan Kehadiran

Kritik keras terhadap konferensi ini datang dari berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar Israel. Jurnalis dan pengacara Jerman, Michel Friedman, yang juga merupakan presiden Kongres Yahudi Eropa, menyatakan bahwa "Siapa pun yang mengadakan konferensi menentang anti-Semitisme tidak dapat pada saat yang sama mengundang kaum anti-Semit yang menyebarkan racun prasangka dan kebencian". Ia juga menyoroti pergeseran politik pemerintah Netanyahu ke arah kanan yang dianggap berbahaya bagi Israel.

Gelombang kritik ini menyebabkan sejumlah undangan membatalkan kehadirannya. Jonathan Greenblatt, Ketua Anti-Defamation League (ADL) dari AS, menarik komitmennya. Filsuf Prancis Bernard-Henri Levy juga melakukan hal yang sama, diikuti oleh tiga tamu tingkat tinggi dari Jerman. Felix Klein, pejabat pemerintah Jerman untuk urusan kehidupan Yahudi, menjelaskan bahwa ia menolak hadir karena tidak ingin berada dalam satu forum dengan orang-orang yang tidak memiliki kontak dengan komunitas Yahudi di Diaspora. Volker Beck, Presiden organisasi Masyarakat Jerman-Israel, juga menyatakan penolakannya, dengan alasan terkejut melihat dominasi anggota parlemen dari kubu radikal kanan di antara para undangan.

Respons Pemerintah Israel dan Kontroversi Berkelanjutan

Konferensi ini juga memicu perdebatan di Israel sendiri. Dalam sidang di parlemen Israel (Knesset), perwakilan diaspora Yahudi mengkritik pemerintah karena tidak berkoordinasi dengan mereka dalam mengundang politisi populis kanan. Kementerian Urusan Diaspora membela diri dengan menyatakan bahwa mereka telah mengundang perwakilan dari berbagai aliran politik.

Juru bicara Kementerian Urusan Diaspora, Gilad Zwik, menyatakan bahwa acara ini mengundang tamu dari berbagai negara dan latar belakang politik yang berbeda, yang memiliki tujuan yang sama: perjuangan tanpa kompromi melawan anti-semitisme dan delegitimasi Israel. Ia juga membantah adanya pembatalan kehadiran.

Terlepas dari pembelaan tersebut, konferensi ini tetap menjadi sumber kontroversi. Keputusan untuk mengundang tokoh-tokoh yang pandangannya dianggap problematik memunculkan pertanyaan tentang prioritas pemerintah Israel dalam memerangi anti-semitisme dan risiko normalisasi pandangan yang berpotensi berbahaya.