Aksi Unjuk Rasa UU TNI di Pematangsiantar Berujung Bentrok, Mahasiswa Desak DPRD Tanda Tangani Pakta Integritas
Demonstrasi UU TNI di Pematangsiantar Memanas: Mahasiswa Terluka dalam Bentrokan dengan Aparat
Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara, kembali menjadi saksi bisu gelombang aksi unjuk rasa menentang Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) pada Kamis, 27 Maret 2025. Aksi yang diinisiasi oleh aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ini berujung ricuh, menyebabkan sedikitnya tiga mahasiswa mengalami luka-luka akibat bentrokan dengan aparat kepolisian dari Polres Pematangsiantar.
Unjuk rasa yang terpusat di depan gedung DPRD Pematangsiantar, Jalan Adam Malik, tersebut bertujuan untuk mendesak para pimpinan dewan menandatangani pakta integritas yang berisi penolakan terhadap UU TNI. Mahasiswa menilai undang-undang tersebut berpotensi mengancam supremasi sipil dan demokrasi.
Dalam orasinya, para mahasiswa menyampaikan kekecewaan terhadap sikap DPRD Pematangsiantar yang dianggap tidak responsif terhadap aspirasi masyarakat. Mereka menuntut wakil rakyat untuk berani mengambil sikap tegas menolak UU TNI demi kepentingan rakyat.
Ketua DPRD Pematangsiantar, Timbul Marganda Lingga, mencoba menenangkan massa dan menjelaskan bahwa pihaknya tidak dapat memenuhi tuntutan penandatanganan pakta integritas secara sepihak. Ia berdalih bahwa pengambilan keputusan di DPRD harus dilakukan secara kolektif kolegial melalui mekanisme musyawarah dan paripurna. Pernyataan ini justru memicu kemarahan para pengunjuk rasa.
Suasana semakin memanas ketika massa aksi mulai membakar ban bekas dan menyalakan petasan di area perkantoran DPRD. Aksi saling dorong antara mahasiswa dan aparat kepolisian pun tak terhindarkan ketika massa mencoba menerobos masuk ke dalam gedung DPRD.
Kapolres Pematangsiantar, AKBP Sah Udur Togi Marito Sitinjak, berupaya meredam situasi dengan meminta mahasiswa untuk tidak memasuki area perkantoran lebih jauh. Ia memerintahkan personel Dalmas untuk membentuk barisan dan mengarahkan mahasiswa keluar dari gerbang DPRD. Namun, upaya ini tidak sepenuhnya berhasil mencegah terjadinya bentrokan.
Salah seorang mahasiswa yang terluka, Yuda Situmorang, menuturkan bahwa ia dan dua rekannya diseret dan dipukuli oleh aparat kepolisian saat kericuhan terjadi. Yuda mengalami luka di bagian kaki, sementara rekannya mengalami luka akibat pukulan benda tumpul di kepala. Ia juga menyayangkan sikap Ketua DPRD yang dinilai tidak peduli terhadap kondisi mahasiswa yang terluka.
Kabag Ops Polres Pematangsiantar, AKP L Harahap, menjelaskan bahwa tindakan kepolisian dilakukan untuk mengamankan aksi unjuk rasa dan mencegah kerusakan aset. Ia juga menyebutkan bahwa beberapa anggota kepolisian mengalami luka-luka, termasuk seorang Polwan. Selain itu, polisi juga mengamankan sejumlah barang bukti seperti petasan dan bahan bakar jenis pertalite.
Berikut adalah poin-poin penting terkait aksi unjuk rasa menolak UU TNI di Pematangsiantar:
- Aksi unjuk rasa diinisiasi oleh aliansi BEM.
- Mahasiswa mendesak DPRD menandatangani pakta integritas penolakan UU TNI.
- Ketua DPRD menolak tuntutan tersebut dengan alasan mekanisme kolektif kolegial.
- Aksi unjuk rasa berujung bentrok antara mahasiswa dan aparat kepolisian.
- Tiga mahasiswa mengalami luka-luka.
- Polisi mengamankan sejumlah barang bukti.
Insiden ini menjadi catatan penting terkait dinamika hubungan antara mahasiswa, pemerintah daerah, dan aparat kepolisian dalam menyikapi isu-isu nasional. Dialog yang konstruktif dan pendekatan yang lebih persuasif diharapkan dapat mencegah terjadinya kembali insiden serupa di masa mendatang.