Selisih Tagihan Fantastis: Pemkab Lumajang Dituntut Rp 607 Juta untuk Barang Rp 176 Juta di Ruang Bupati

Selisih Tagihan Fantastis: Pemkab Lumajang Dituntut Rp 607 Juta untuk Barang Rp 176 Juta di Ruang Bupati

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lumajang tengah menghadapi permasalahan terkait tagihan pembayaran barang di ruang kerja Bupati. Pihak ketiga menuntut pembayaran sebesar Rp 607.904.750, jauh melebihi nilai sebenarnya dari 19 item barang yang belum terbayarkan, yakni hanya Rp 176.579.460. Perbedaan fantastis ini menjadi sorotan dan menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi pengelolaan keuangan daerah.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bagian Umum Kesekretariatan Daerah (Setda) Lumajang, Subhan, menjelaskan bahwa selisih tagihan yang signifikan tersebut disebabkan oleh penambahan bunga akibat keterlambatan pembayaran. Menurutnya, pihak ketiga memperlakukan tagihan tersebut layaknya utang, sehingga bunga dibebankan pada nilai pokok. "Nominal sebenarnya berdasarkan hasil audiensi dengan pihak ketiga hanya sekitar Rp 175 juta untuk 19 item barang," ujar Subhan, menjelaskan perbedaan mencolok antara tagihan dan nilai barang sebenarnya.

Adapun 19 item barang yang dimaksud antara lain:

  • Dua buah gorden
  • Karpet
  • Bantal kursi
  • Logo Pemkab Lumajang
  • Meja sekretaris pribadi (sespri)
  • Lemari pakaian (wardrobe)
  • Lemari
  • Vas bunga

Situasi ini bermula ketika Bupati Lumajang, Indah Amperawati, menerima informasi dari pihak ketiga yang mengaku belum menerima pembayaran atas barang-barang tersebut. Ketidaksesuaian antara tagihan dan nilai barang yang sebenarnya kemudian terungkap. Lebih lanjut, Subhan menjelaskan bahwa Pemkab Lumajang tidak dapat memproses pembayaran karena pengadaan barang-barang tersebut tidak terdokumentasi dan tidak terencana dalam sistem penganggaran daerah.

"Barang-barang ini tidak terdokumentasikan, artinya pengadaannya tidak terencana. Jika kami menganggarkannya sekarang, hal itu akan menyalahi aturan dan tergolong unprosedural," tegas Subhan. Sebagai solusi, Pemkab Lumajang memutuskan untuk mengembalikan barang-barang tersebut kepada penyedia. Langkah ini diambil untuk menghindari pelanggaran aturan dan memastikan pengelolaan keuangan tetap sesuai prosedur.

"Sesuai arahan pimpinan, barang-barang ini akan kami kembalikan. Menganggarkannya sekarang setelah barang telah lama berada di ruang kerja Bupati akan menyalahi aturan," pungkas Subhan. Saat ini, barang-barang tersebut telah dicopot dari ruang kerja Bupati dan siap diambil oleh penyedia barang kapan saja. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga bagi Pemkab Lumajang untuk meningkatkan transparansi dan tata kelola pengadaan barang di lingkungan pemerintahan.

Langkah selanjutnya yang akan diambil Pemkab Lumajang untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang perlu mendapat perhatian. Mekanisme pengawasan yang lebih ketat dan sistem pengadaan yang lebih terintegrasi akan menjadi krusial dalam memastikan akuntabilitas dan mencegah potensi penyimpangan.