Revisi KUHAP: Penangkapan Wajib Dilengkapi Minimal Dua Alat Bukti yang Sahih

Revisi KUHAP: Standarisasi Bukti Penangkapan Diperketat Demi Cegah Kesewenang-wenangan

Komisi III DPR RI tengah menggodok revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dengan fokus utama memperketat prosedur penangkapan. Salah satu poin krusial dalam revisi ini adalah kewajiban penyidik untuk mengantongi minimal dua alat bukti yang sah sebelum melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana.

Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, menjelaskan bahwa usulan ini bertujuan untuk meminimalisir penangkapan yang bersifat subjektif dan sewenang-wenang. Selama ini, penangkapan kerap kali didasarkan pada 'bukti permulaan yang cukup,' sebuah frasa yang dinilai terlalu ambigu dan rentan disalahgunakan oleh penyidik.

"Kita mesti lebih tegas, lebih terukur hukum ini," tegas Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (27/3/2025). "Kalau misalnya alat bukti yang cukup, ini cukup menurut siapa? Selama ini kan bisa saja menurut hanya menurut subjektivitas si penyidik."

Dua Alat Bukti: Bukan Sekadar Barang Bukti

Habiburokhman menekankan bahwa yang dimaksud dengan dua alat bukti bukanlah sekadar dua barang bukti fisik. Alat bukti yang dimaksud mencakup berbagai jenis bukti yang diakui dalam hukum acara pidana, seperti keterangan saksi, surat, ahli, petunjuk, dan tentunya barang bukti.

"Kalau dua alat bukti yang cukup, bukan dua barang bukti, ya, dua alat bukti. Berarti dua jenis tuh keterangan saksi dan alat bukti, misalnya surat, barang bukti," jelasnya.

Dengan adanya aturan yang lebih jelas dan terukur mengenai alat bukti, diharapkan potensi salah tangkap dapat diminimalisir secara signifikan. Habiburokhman mengungkapkan keprihatinannya atas kasus-kasus di mana seseorang ditahan bertahun-tahun, namun pada akhirnya terbukti tidak bersalah.

"Sehingga ke depan tuh nggak gampang lah, orang nggak ada salah ditangkap, nanti ternyata nggak terbukti. Nanti orang nggak ada salah, ditahan nanti nggak terbukti. Kasihan sudah berapa tahun menjalani proses," ungkapnya.

Pasal 88 RKUHAP: Penangkapan Berbasis Bukti

Berdasarkan draf RKUHAP yang diterima, ketentuan mengenai penangkapan diatur secara khusus dalam Pasal 88. Pasal ini secara eksplisit menyatakan bahwa penangkapan hanya dapat dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal dua alat bukti.

Pasal 88 RKUHAP:

Penangkapan dilakukan terhadap seseorang yang diduga melakukan tindak pidana berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti.

Ketentuan ini merupakan pembaruan signifikan dibandingkan KUHAP yang berlaku saat ini, yang hanya mensyaratkan adanya 'bukti permulaan yang cukup' sebagai dasar penangkapan. Revisi ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum yang lebih besar bagi masyarakat dan mencegah terjadinya praktik penangkapan yang sewenang-wenang.

Dampak Positif Revisi KUHAP:

  • Mengurangi Risiko Salah Tangkap: Persyaratan dua alat bukti yang sah akan mempersulit penyidik untuk melakukan penangkapan tanpa dasar yang kuat.
  • Meningkatkan Akuntabilitas Penyidik: Penyidik akan lebih berhati-hati dalam melakukan penangkapan karena harus mampu membuktikan adanya dua alat bukti yang sah.
  • Memberikan Kepastian Hukum: Masyarakat akan merasa lebih aman karena tahu bahwa penangkapan tidak bisa dilakukan secara sembarangan.

Revisi KUHAP ini merupakan langkah maju dalam upaya penegakan hukum yang lebih adil dan transparan. Dengan adanya aturan yang lebih jelas dan terukur, diharapkan praktik penangkapan yang sewenang-wenang dapat dihilangkan dan hak-hak masyarakat dapat terlindungi dengan lebih baik.