Serangan Drone Israel Guncang Lebanon Selatan, Gencatan Senjata Kembali Diuji
Eskalasi Ketegangan di Perbatasan Israel-Lebanon: Serangan Drone Tewaskan Satu Orang
Serangan udara yang diduga dilakukan oleh Israel menghantam sebuah mobil di wilayah selatan Lebanon, Rabu (26/3/2025) malam waktu setempat, menewaskan sedikitnya satu orang dan melukai lainnya. Insiden ini terjadi di tengah rapuhnya gencatan senjata antara Israel dan kelompok Hizbullah, meningkatkan kekhawatiran akan eskalasi konflik yang lebih luas.
Menurut laporan National News Agency, kantor berita resmi Lebanon, serangan tersebut menargetkan sebuah kendaraan di kota Maaroub, yang terletak sekitar 20 kilometer dari perbatasan Israel, di distrik Tyre. Laporan tersebut menggambarkan serangan itu dilakukan oleh sebuah drone Israel.
Secara terpisah, kantor berita tersebut juga melaporkan bahwa "artileri musuh" menghantam area lain di Lebanon selatan pada Kamis pagi. Rincian lebih lanjut mengenai insiden ini masih belum jelas, tetapi hal ini semakin memperburuk suasana tegang di wilayah tersebut.
Rapuhnya Gencatan Senjata
Gencatan senjata yang mulai berlaku pada 27 November lalu bertujuan untuk mengakhiri lebih dari setahun permusuhan antara Israel dan Hizbullah, termasuk dua bulan pertempuran sengit. Gencatan senjata ini membawa ketenangan relatif, tetapi pelanggaran telah terjadi di kedua belah pihak.
Israel telah berulang kali melancarkan serangan di Lebanon, dengan alasan menargetkan posisi dan infrastruktur militer Hizbullah. Namun, serangan-serangan ini menuai kecaman dari Lebanon dan beberapa pihak internasional, yang berpendapat bahwa serangan itu melanggar kedaulatan Lebanon dan membahayakan warga sipil.
Akhir pekan lalu, ketegangan meningkat secara signifikan setelah serangan Israel di Lebanon selatan menewaskan delapan orang. Israel mengklaim bahwa serangan itu merupakan tanggapan atas tembakan roket dari Lebanon ke wilayah Israel.
Tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas tembakan roket tersebut. Sumber militer menyatakan bahwa roket itu ditembakkan dari wilayah utara Sungai Litani, dekat zona yang dicakup oleh kesepakatan gencatan senjata. Hizbullah membantah terlibat dalam serangan roket tersebut.
Posisi Hizbullah dan Masa Depan Gencatan Senjata
Di bawah ketentuan gencatan senjata, Hizbullah diharapkan menarik pasukannya ke utara Sungai Litani, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Israel, dan membongkar infrastruktur militernya di wilayah selatan. Israel juga diharapkan menarik pasukannya melintasi Garis Biru, garis demarkasi yang ditetapkan PBB, tetapi masih mempertahankan beberapa posisi yang dianggapnya "strategis" di Lebanon selatan.
Pemimpin Hizbullah Naim Qassem baru-baru ini menyatakan bahwa kelompoknya tidak akan menerima pendudukan Israel yang berkelanjutan di Lebanon. Ia juga menekankan bahwa tidak ada ruang untuk normalisasi atau penyerahan diri di Lebanon.
Serangan drone terbaru ini kemungkinan akan semakin merusak kepercayaan antara kedua belah pihak dan mempersulit upaya untuk mempertahankan gencatan senjata. Masa depan gencatan senjata tetap tidak pasti, dan ada kekhawatiran yang berkembang bahwa kekerasan lebih lanjut dapat memicu konflik yang lebih luas dan merusak stabilitas regional.
Implikasi Regional dan Internasional
Konflik Israel-Lebanon memiliki implikasi regional dan internasional yang signifikan. Hizbullah, yang didukung oleh Iran, adalah aktor kunci dalam politik Lebanon dan memiliki hubungan dekat dengan kelompok-kelompok lain di wilayah tersebut. Setiap eskalasi konflik dapat menyeret negara-negara lain ke dalam konflik tersebut, yang berpotensi destabilisasi seluruh kawasan.
Komunitas internasional telah mendesak kedua belah pihak untuk menahan diri dan menghindari tindakan apa pun yang dapat memperburuk situasi. Perserikatan Bangsa-Bangsa dan negara-negara lain telah menawarkan untuk menengahi antara Israel dan Lebanon dalam upaya untuk mencapai solusi damai bagi konflik tersebut.