Dampak Efisiensi Anggaran Pemerintah: Industri Perhotelan Resah Hadapi Penurunan Okupansi

Industri Hotel Terancam Lesu Akibat Pemangkasan Anggaran Pemerintah

Kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan pemerintah di awal tahun 2025 menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri perhotelan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran perjalanan dinas dan kegiatan kementerian/lembaga berpotensi menurunkan tingkat hunian hotel secara signifikan.

Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menyampaikan kekhawatiran ini di Kantor Kemnaker pada Kamis (27/3/2025). Ia menyatakan bahwa Apindo sedang melakukan kajian mendalam terkait dampak efisiensi anggaran terhadap okupansi hotel dan potensi konsekuensinya terhadap tenaga kerja.

"Kita sekarang juga lagi berkaji, memang dengan kondisi efisiensi itu memang banyak memengaruhi pada okupasi hotel dan tentunya nanti akan mempengaruhi dari pekerja," ujar Shinta.

Apindo, lanjut Shinta, telah menjalin komunikasi dengan pemerintah untuk mencari solusi atas permasalahan ini. Namun, mengingat kebijakan efisiensi telah diimplementasikan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025, ruang gerak pengusaha menjadi terbatas.

"Makanya sekarang yang kita lakukan adalah lebih ke solusinya apa. Kalau ini (efisiensi) dilakukan, kemudian apa yang dibutuhkan dari para pelaku, terutama pelaku yang terdampak. Ini semua lagi dibicarakan," katanya.

Penurunan Okupansi Hotel di Berbagai Daerah

Dampak efisiensi anggaran terhadap industri perhotelan mulai terasa di berbagai daerah. Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat melaporkan bahwa pengusaha hotel di Kota Bandung mengalami kerugian hingga Rp 12,8 miliar akibat pembatalan kegiatan pemerintah.

Ketua PHRI Jawa Barat, Dodi Ahmad, mengungkapkan bahwa pembatalan pemesanan hotel tidak hanya berasal dari pemerintah daerah, tetapi juga dari pemerintah pusat dan kementerian. Hal ini menunjukkan bahwa dampak efisiensi anggaran bersifat luas dan signifikan.

PHRI Jawa Timur juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Ketua PHRI Jatim, Dwi Cahyono, menyebutkan bahwa okupansi hotel di Surabaya mengalami penurunan hingga 50% akibat efisiensi anggaran. PHRI telah berkoordinasi dengan Kemenkeu, Kemendagri, dan pihak terkait lainnya untuk mencari solusi.

Solusi dan Harapan Industri Perhotelan

Para pelaku industri perhotelan berharap pemerintah dapat memberikan solusi konkret untuk mengatasi dampak efisiensi anggaran. Salah satu usulan yang diajukan adalah memasukkan sektor pariwisata, termasuk hotel dan restoran, ke dalam program prioritas pemerintah.

Dengan menjadikan pariwisata sebagai prioritas, diharapkan pemerintah dapat memberikan dukungan dan insentif yang dapat membantu industri perhotelan bertahan dan pulih dari dampak efisiensi anggaran.

Berikut adalah beberapa poin penting yang menjadi perhatian industri perhotelan:

  • Penurunan okupansi hotel akibat pembatalan kegiatan pemerintah.
  • Potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor perhotelan.
  • Kerugian finansial yang dialami pengusaha hotel.
  • Perlunya solusi konkret dari pemerintah untuk mengatasi dampak efisiensi anggaran.
  • Pentingnya menjadikan sektor pariwisata sebagai prioritas pembangunan.

Industri perhotelan berharap pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga keberlangsungan sektor ini dan meminimalkan dampak negatif dari kebijakan efisiensi anggaran.