Kemenag Rilis Panduan Takbiran Idul Fitri 1446 H: Tertib, Aman, dan Penuh Syiar
Kemenag Rilis Panduan Takbiran Idul Fitri 1446 H: Tertib, Aman, dan Penuh Syiar
Kementerian Agama (Kemenag) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 2 Tahun 2025 yang berisi panduan penyelenggaraan ibadah Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah/2025 Masehi. Salah satu poin penting dalam edaran ini adalah mengenai ketentuan pelaksanaan takbiran Idul Fitri. Kemenag mengimbau umat Islam untuk meramaikan malam Idul Fitri dengan takbir yang syahdu, namun tetap dalam koridor ketertiban, keamanan, dan kenyamanan bersama.
Anjuran Syiar dan Ketertiban
Surat Edaran tersebut secara jelas menganjurkan umat Islam untuk meningkatkan syiar Islam selama bulan Ramadan hingga malam takbiran Idul Fitri. Kegiatan takbiran dapat dilaksanakan di berbagai tempat, seperti masjid, musala, dan ruang publik lainnya. Namun, penekanan utama adalah pada pentingnya menjaga suasana yang kondusif, aman, dan nyaman bagi seluruh masyarakat. Hal ini bertujuan agar kekhusyukan ibadah dapat dirasakan oleh semua orang, tanpa terganggu oleh hal-hal yang tidak diinginkan.
Imbauan Menyenangkan dan Menenangkan
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, dalam edaran yang ditandatangani pada 14 Maret 2025, mengimbau seluruh umat Islam untuk menjalankan ibadah Ramadan dan Idul Fitri dengan penuh kegembiraan dan ketenangan. Ia juga menekankan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi antar umat beragama. Ibadah yang dijalankan dengan hati yang bersih dan pikiran yang jernih akan memberikan dampak positif bagi diri sendiri dan lingkungan sekitar.
Waktu Pelaksanaan Takbiran
Takbiran Idul Fitri secara resmi dimulai pada malam Hari Raya Idul Fitri, yaitu setelah berakhirnya bulan Ramadan. Pemerintah akan menetapkan secara resmi tanggal Hari Raya Idul Fitri 1446 H melalui sidang isbat yang dijadwalkan pada Sabtu, 29 Maret 2025. Penetapan ini akan menjadi acuan bagi seluruh umat Islam di Indonesia dalam melaksanakan ibadah Idul Fitri, termasuk takbiran.
Lafaz Takbir yang Dianjurkan
Para ulama, termasuk Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkar, menganjurkan umat Islam untuk melaksanakan takbiran sejak malam Hari Raya Idul Fitri hingga imam berdiri memimpin salat Id pada pagi harinya. Bahkan, disunnahkan untuk melanjutkan takbir setelah salat atau dalam segala kondisi. Beberapa lafaz takbir yang sering diucapkan dan diriwayatkan oleh para sahabat antara lain:
للهُ اكبَرْ, اللهُ اكبَرْ اللهُ اكبَرْ لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اَكبر, اللهُ اكبَرُوَِللهِ الحَمْد
Artinya: "Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar. Tidak ada tuhan melainkan Allah, dan Allah maha besar, Allah maha besar dan segala puji bagi Allah."
Selain itu, Imam al-Ghazali dalam Ihya 'Ulumuddin juga memaparkan lafaz takbir Idul Fitri yang lebih panjang:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً لا إِلَهَ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَلَهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Artinya: "Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar Kabiiran. Segala puji yang banyak bagi Allah. Maha suci Allah pagi dan sore. Tiada Tuhan selain Dia, tiada sekutu bagi-Nya walaupun dibenci orang-orang kafir."
Dengan adanya panduan ini, diharapkan umat Islam dapat melaksanakan takbiran Idul Fitri dengan khusyuk, tertib, aman, dan penuh syiar, sehingga Hari Raya Idul Fitri 1446 H dapat dirayakan dengan penuh keberkahan dan kedamaian.