Tumbilotohe: Transformasi Ritual Cahaya Sambut Idulfitri di Gorontalo, dari Getah hingga Energi Terbarukan
Tumbilotohe: Transformasi Ritual Cahaya Sambut Idulfitri di Gorontalo
Masyarakat Gorontalo menyambut Idulfitri dengan tradisi unik bernama Tumbilotohe, sebuah ritual menyalakan lampu yang berlangsung selama tiga malam terakhir bulan Ramadan. Tradisi ini bukan sekadar penerangan, melainkan sebuah perayaan visual yang telah berakar kuat dalam budaya Gorontalo, diwariskan dari generasi ke generasi.
Evolusi Cahaya: Dari Alam ke Teknologi
Seiring berjalannya waktu, Tumbilotohe mengalami transformasi signifikan. Dahulu, masyarakat menggunakan getah pohon yang dibungkus daun woka sebagai sumber penerangan. Bahan ini mudah didapatkan karena hutan masih luas dan populasi penduduk belum sebanyak sekarang. Namun, seiring perkembangan zaman, minyak kelapa atau padamala menjadi pilihan utama. Kreativitas masyarakat juga terlihat dari penggunaan buah pepaya muda yang dibelah dua, diisi minyak kelapa, dan diberi sumbu sebagai lampu.
Ketersediaan minyak tanah membawa Tumbilotohe ke era baru. Botol-botol kaca bekas minuman dimanfaatkan sebagai wadah lampu, dan tradisi ini berkembang menjadi festival besar yang melibatkan seluruh masyarakat Gorontalo. Jutaan lampu minyak tanah dinyalakan setiap tahunnya, memeriahkan malam-malam terakhir Ramadan.
Tantangan dan Inovasi: Menuju Tumbilotohe yang Berkelanjutan
Namun, ketergantungan pada minyak tanah memunculkan tantangan baru, terutama terkait biaya dan dampak lingkungan. Harga minyak tanah yang terus meningkat mendorong masyarakat untuk mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Konsep "Green Tumbilotohe" pun lahir, mengedepankan penggunaan energi terbarukan dan bahan-bahan yang mudah didapatkan.
Inisiatif ini tidak hanya bertujuan untuk menghemat biaya, tetapi juga untuk menumbuhkan kreativitas anak muda dalam menciptakan solusi penerangan yang inovatif dan berkelanjutan. Beberapa alternatif yang mulai dilirik adalah penggunaan lampu listrik, energi surya, dan bahan bakar nabati.
Tumbilotohe: Lebih dari Sekadar Lampu
Tumbilotohe bukan hanya tentang menyalakan lampu, tetapi juga tentang mempererat tali silaturahmi dan menjaga nilai-nilai budaya. Di beberapa tempat, seperti masjid dan rumah kepala daerah, tradisi ini melibatkan pemangku adat yang menyalakan lampu di gerbang adat (Alikusu) yang dihias dengan bambu kuning, pohon pisang berbuah, dan janur.
Gubernur Gorontalo, menyalakan lampu pada malam ke-27 Ramadan di halaman rumah jabatan. Tindakan ini menjadi simbol dimulainya perayaan Tumbilotohe dan ajakan kepada seluruh umat Islam untuk meningkatkan kualitas ibadah di hari-hari terakhir Ramadan.
Tumbilotohe adalah cerminan dari kemampuan masyarakat Gorontalo dalam beradaptasi dengan perubahan zaman, sambil tetap memegang teguh tradisi dan nilai-nilai luhur. Dari getah pohon hingga energi terbarukan, evolusi Tumbilotohe menunjukkan semangat inovasi dan komitmen untuk menjaga lingkungan, menjadikannya sebuah warisan budaya yang relevan dan berkelanjutan.
-
Elemen Tradisional:
-
Alikusu: Gerbang adat yang terbuat dari bambu kuning. Dihias dengan pohon pisang yang berbuah serta janur.
-
Bahan Bakar:
-
Getah pohon: Bahan bakar awal yang digunakan untuk penerangan.
-
Padamala: Minyak kelapa yang digunakan sebagai bahan bakar.
-
Tokoh:
-
Gusnar Ismail: Gubernur Gorontalo