Pakar Komunikasi Soroti Pernyataan Kontroversial Kepala Komunikasi Kepresidenan Terkait Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo
Reaksi Kontroversi Istana Terkait Teror Kepala Babi: Analisis Pakar Komunikasi
Pernyataan Kepala Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, yang merespons insiden teror kepala babi yang ditujukan kepada seorang jurnalis Tempo menuai sorotan tajam. Pakar Komunikasi Politik, Gun Gun Heryanto, menilai bahwa respons tersebut mencerminkan ketidakcakapan Istana Kepresidenan dalam mengelola komunikasi publik secara efektif.
Kontroversi bermula ketika Hasan Nasbi menanggapi teror kepala babi yang dikirimkan ke redaksi Tempo dengan pernyataan bernada candaan, menyarankan agar kepala babi tersebut "dimasak saja". Pernyataan ini dianggap tidak sensitif dan tidak mencerminkan keseriusan dalam menanggapi ancaman terhadap kebebasan pers.
Empat Pilar Komunikasi Publik yang Terabaikan
Gun Gun Heryanto menekankan bahwa komunikasi publik, terutama di level Istana Kepresidenan, harus berorientasi pada empat pilar utama:
- Mutual Understanding (Pemahaman Bersama): Komunikasi harus mampu menciptakan pemahaman yang sama tentang suatu isu atau masalah.
- Goodwill (Niat Baik): Komunikasi harus membangun niat baik dan mendorong kerjasama.
- Damage Control (Pengendalian Kerusakan): Komunikasi harus mampu mengendalikan potensi kerusakan akibat suatu peristiwa atau pernyataan.
- Substansi Kebijakan: Komunikasi harus mampu menjelaskan substansi kebijakan secara jelas dan mudah dipahami.
Menurut Gun Gun, pernyataan Hasan Nasbi justru kontraproduktif dan berpotensi memperkeruh suasana. Diksi dan gestur yang digunakan dalam pernyataan tersebut dinilai tidak empatik, arogan, dan seolah-olah tidak ingin menyelesaikan masalah. Padahal, komunikasi yang efektif harus bersifat resiprokal dan timbal balik.
"Komunikasi itu reciprocal. Dia tidak bisa linear, tidak bisa searah. Dia harus timbal balik. Makanya kemudian penting untuk bicara soal posisi," ujar Gun Gun Heryanto.
Teror Kepala Babi: Upaya Intimidasi Terhadap Jurnalis
Insiden teror kepala babi yang dialami redaksi Tempo terjadi pada 19 Maret 2025. Paket berisi kepala babi dengan kondisi telinga terpotong dikirimkan oleh orang tak dikenal. Paket tersebut ditujukan kepada Francisca Christy Rosana alias Cica, seorang jurnalis dan host program "Bocor Alus Politik" di Tempo.
Paket tersebut menimbulkan bau busuk yang menyengat saat dibuka. Wakil Pemimpin Redaksi Tempo, Bagja Hidayat, menjelaskan bahwa penemuan tersebut langsung ditangani dengan serius karena berpotensi membahayakan.
Pembelaan dan Klarifikasi Hasan Nasbi
Setelah mendapat kritikan keras, Hasan Nasbi memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa dirinya setuju dengan sikap Francisca yang menanggapi teror tersebut dengan candaan. Ia berpendapat bahwa respons tersebut justru menggagalkan tujuan pelaku teror untuk menakut-nakuti.
Namun, klarifikasi tersebut tidak sepenuhnya meredakan kontroversi. Banyak pihak yang tetap menilai bahwa pernyataan awal Hasan Nasbi tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik, terutama dalam konteks ancaman terhadap kebebasan pers.
Implikasi Terhadap Kebebasan Pers
Teror kepala babi terhadap jurnalis Tempo dan respons yang kurang tepat dari Istana Kepresidenan memunculkan kekhawatiran tentang iklim kebebasan pers di Indonesia. Meskipun Hasan Nasbi mengklaim bahwa pemerintah berkomitmen terhadap kebebasan pers, insiden ini menunjukkan bahwa jurnalis masih rentan terhadap intimidasi dan ancaman.
Penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi jurnalis dan memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa rasa takut. Komunikasi publik yang efektif dan responsif juga sangat penting untuk membangun kepercayaan masyarakat dan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi kebebasan pers.
Insiden ini menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak tentang pentingnya komunikasi publik yang santun, empatik, dan berorientasi pada penyelesaian masalah. Pernyataan yang sembrono dan tidak sensitif dapat memperburuk situasi dan merusak citra pemerintah di mata publik.