Polemik Bantuan Hari Raya Ojol: Kemenaker dan Aplikator Beri Penjelasan Terkait Nominal Rp 50 Ribu
Polemik Bantuan Hari Raya Ojol: Kemenaker dan Aplikator Beri Penjelasan Terkait Nominal Rp 50 Ribu
Jakarta, (Tanggal saat ini) - Pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) atau yang lebih dikenal dengan Tunjangan Hari Raya (THR) bagi pengemudi ojek online (ojol) dan kurir daring kembali menjadi sorotan. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) turun tangan merespons keluhan dari para pengemudi terkait nominal BHR yang dinilai tidak sesuai harapan, bahkan dilaporkan ada yang hanya menerima Rp 50 ribu. Hal ini memicu polemik dan memunculkan pertanyaan mengenai keadilan dan kepatuhan aplikator terhadap regulasi yang berlaku.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer menjelaskan bahwa Kemenaker telah melakukan komunikasi intensif dengan perusahaan aplikator terkait laporan tersebut. Ia menerangkan bahwa nominal BHR yang diterima pengemudi bervariasi, dan angka Rp 50 ribu umumnya diberikan kepada pengemudi yang dikategorikan sebagai pekerja paruh waktu atau sambilan.
"Kenapa mendapatkan Rp 50 ribu? Karena dari pihak aplikator, mereka mengkategorikan pekerja tersebut sebagai part-time." ujar Wamenaker Immanuel Ebenezer dalam keterangan resminya.
Menurut Ebenezer, aplikator mengklasifikasikan pengemudi berdasarkan tingkat keaktifan dan kontribusi mereka. Pengemudi yang menerima BHR dengan nominal lebih rendah umumnya adalah mereka yang tidak aktif secara reguler atau hanya menjadikan pekerjaan ini sebagai sampingan. Namun, Wamenaker juga menegaskan bahwa ada pengemudi yang menerima BHR dengan nominal yang lebih signifikan, bahkan mencapai jutaan rupiah.
Penjelasan Aplikator
Pihak aplikator menjelaskan bahwa pemberian BHR didasarkan pada beberapa faktor, termasuk:
- Tingkat keaktifan mitra: Pengemudi yang aktif dan sering mengambil orderan memiliki potensi untuk mendapatkan BHR yang lebih besar.
- Jumlah orderan yang diselesaikan: Semakin banyak orderan yang diselesaikan, semakin tinggi pula BHR yang diterima.
- Kepatuhan terhadap aturan platform: Pengemudi yang tidak melanggar aturan dan memiliki catatan baik akan mendapatkan prioritas.
Beberapa aplikator juga menerapkan sistem kategori atau tingkatan untuk menentukan besaran BHR. Pengemudi yang masuk dalam kategori dengan aktivitas dan kontribusi yang lebih rendah akan menerima BHR dengan nominal yang lebih kecil.
Rincian Pembayaran BHR oleh Beberapa Aplikator:
- Gojek: BHR diberikan berdasarkan tingkat produktivitas dan kontribusi pengemudi. Nominal BHR untuk roda dua berkisar antara Rp 50.000 - Rp 900.000, sedangkan untuk roda empat antara Rp 50.000 - Rp 1.600.000. BHR telah dicairkan pada 22-24 Maret 2025 kepada ratusan ribu mitra.
- Grab: BHR diberikan berdasarkan tingkat pencapaian mitra selama 12 bulan terakhir dan kedisiplinan dalam mematuhi kode etik Grab. Nominal BHR untuk roda dua berkisar antara Rp 50.000 - Rp 850.000, sedangkan untuk roda empat antara Rp 50.000 - Rp 1.600.000. BHR telah dicairkan pada 23-24 Maret 2025 kepada hampir 500.000 mitra.
- Maxim: BHR diberikan kepada pengemudi aktif dengan rating tinggi, ulasan positif, dan tanpa pelanggaran. Nominal BHR untuk roda dua dan roda empat berkisar antara Rp 500.000 - Rp 1.200.000. BHR diberikan pada 21-24 Maret 2025 kepada ribuan mitra.
Tanggapan Serikat Pekerja
Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengungkapkan kekecewaannya terhadap nominal BHR yang dinilai tidak sepadan dengan kontribusi pengemudi kepada perusahaan aplikator. Mereka menganggap hal ini sebagai bentuk diskriminasi dan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan.
SPAI mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap aplikator yang tidak patuh terhadap aturan BHR dan meminta agar perhitungan BHR dilakukan sesuai dengan Surat Edaran yang berlaku, yaitu berdasarkan penghasilan pengemudi selama satu tahun.
Imbauan dan Harapan
Kemenaker mengimbau kepada seluruh aplikator untuk mematuhi ketentuan BHR yang berlaku dan memberikan BHR yang sesuai dengan kontribusi dan kinerja pengemudi. Pemerintah juga berharap agar para pengemudi ojol dan kurir daring dapat memahami mekanisme perhitungan BHR dan berkomunikasi secara terbuka dengan pihak aplikator jika terdapat ketidaksesuaian.
Polemik BHR ojol ini diharapkan menjadi momentum untuk meningkatkan transparansi dan keadilan dalam sistem pemberian BHR, serta memperkuat perlindungan terhadap hak-hak pekerja di sektor transportasi online.