Keluarga Korban Pembunuhan Sales Mobil oleh Oknum TNI AL Soroti Ketidaksesuaian Fakta dalam Rekonstruksi

Keluarga Korban Pembunuhan Sales Mobil di Aceh Utara Merasa Ada yang Janggal dalam Rekonstruksi

Keluarga Hasfiani alias Imam, seorang sales mobil yang menjadi korban pembunuhan yang diduga dilakukan oleh Kelasi Dua DI, seorang anggota TNI Angkatan Laut, menyampaikan sejumlah kejanggalan pasca-pelaksanaan rekonstruksi kejadian di Aceh Utara. Keraguan ini mencuat dan menimbulkan pertanyaan besar terkait motif serta kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus yang menggemparkan ini.

Perwakilan keluarga korban, Mujiburrahman, menyatakan dengan tegas bahwa ada beberapa bukti krusial yang belum terungkap sepenuhnya. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa proses penyidikan belum berjalan transparan dan komprehensif.

"Kejanggalan yang paling utama adalah keberadaan senjata api yang digunakan pelaku untuk menembak korban. Sampai saat ini, kami belum mengetahui jenis dan keberadaan senjata tersebut. Selain itu, telepon genggam milik pelaku juga tidak dihadirkan selama rekonstruksi. Padahal, kedua barang bukti ini sangat penting untuk mengungkap fakta sebenarnya," ujar Mujiburrahman kepada awak media di lokasi rekonstruksi, Rabu (15/05/2024).

Lebih lanjut, Mujiburrahman mengindikasikan adanya kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus pembunuhan ini. Spekulasi ini didasarkan pada beberapa detail yang belum jelas dan konsisten selama proses rekonstruksi.

"Kami mempertanyakan, apakah ada dalang atau aktor intelektual di balik pembunuhan berencana ini? Kasus ini masih menyimpan banyak misteri dan belum sepenuhnya terungkap. Masih banyak hal yang perlu diinvestigasi lebih dalam," tegasnya.

Selain itu, keluarga korban juga menyoroti hilangnya telepon seluler milik Imam. Ketidakjelasan mengenai keberadaan ponsel tersebut menambah daftar kejanggalan dalam kasus ini. Keluarga menduga bahwa ponsel tersebut mungkin berisi informasi penting yang dapat mengungkap motif pembunuhan.

Keluarga besar Imam berharap agar Panglima TNI dan Presiden Republik Indonesia turun tangan untuk memastikan bahwa proses penyidikan dilakukan secara transparan, profesional, dan tanpa melindungi pihak-pihak tertentu yang mungkin terlibat.

"Kami mendesak Oditur Militer untuk menuntut pelaku dengan hukuman maksimal, yaitu hukuman mati. Ini adalah bentuk keadilan yang setimpal atas perbuatan keji yang telah merenggut nyawa orang yang kami cintai," tandas Mujiburrahman dengan nada penuh harap.

Sementara itu, Komandan Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) Lhokseumawe, Letkol Laut (PM) A Napitupulu, menjelaskan bahwa saat ini pihaknya baru menetapkan satu orang tersangka dalam kasus ini, yaitu Kelasi Dua DI. Pihaknya berjanji akan menindaklanjuti semua informasi dan petunjuk yang ada untuk mengungkap kasus ini secara tuntas.

"Setelah rekonstruksi ini, kami akan mencocokkan semua fakta yang ada dengan berkas penyidikan yang telah kami kumpulkan. Setelah semua proses selesai, berkas perkara ini akan segera kami limpahkan ke Oditur Militer untuk proses hukum lebih lanjut," jelas A Napitupulu.

Seperti yang diketahui, DI diduga telah melakukan pembunuhan terhadap Imam pada tanggal 14 Maret 2024 lalu. Jasad korban ditemukan di kawasan Gunung Sala, Kabupaten Aceh Utara, dengan luka tembak di bagian kepala. Kasus ini telah menarik perhatian luas dari masyarakat dan media, dan keluarga korban berharap agar keadilan dapat ditegakkan seadil-adilnya.

Poin-poin Kejanggalan yang Disoroti Keluarga Korban:

  • Keberadaan senjata api yang digunakan pelaku belum diketahui.
  • Telepon genggam pelaku tidak dihadirkan saat rekonstruksi.
  • Kemungkinan adanya keterlibatan pihak lain (aktor intelektual).
  • Telepon seluler milik korban belum ditemukan.