Safenet Soroti Serangan Digital Terhadap Peserta Aksi Penolakan RUU TNI: Doxing, Peretasan Akun Media Sosial, dan Kampanye Disinformasi Terdeteksi
Gelombang Serangan Digital Hantam Peserta Aksi Penolakan RUU TNI
Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet) melaporkan adanya peningkatan signifikan dalam serangan digital yang menargetkan peserta aksi demonstrasi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Direktur Eksekutif Safenet, Nenden Sekar Arum, mengungkapkan bahwa puluhan insiden serangan digital telah terdeteksi dan dilaporkan, mengindikasikan adanya upaya sistematis untuk membungkam kebebasan berekspresi.
"Kami mencatat setidaknya 25 insiden serangan digital yang beragam, terjadi dalam beberapa hari terakhir, sejak rangkaian aksi demonstrasi," ujar Nenden dalam diskusi daring yang diselenggarakan oleh Koalisi Kebebasan Berserikat.
Serangan-serangan tersebut meliputi berbagai taktik intimidasi dan disinformasi, termasuk:
- Doxing: Penyebaran informasi pribadi secara daring dengan tujuan untuk mengintimidasi dan membahayakan korban.
- Peretasan Akun Media Sosial: Pembajakan akun Instagram dan WhatsApp (WA) untuk mencuri data, menyebarkan propaganda, atau membungkam korban.
- Impersonifikasi: Pembuatan akun palsu yang meniru identitas korban untuk merusak reputasi atau menyebarkan informasi yang salah.
- Penangguhan Akun: Penangguhan sementara atau permanen akun media sosial korban, menghalangi mereka untuk bersuara.
- Spam Chat: Pengiriman pesan spam secara massal melalui WhatsApp (WA) untuk mengganggu dan menenggelamkan pesan-pesan penting.
Nenden menekankan bahwa serangan digital ini merupakan bentuk represi terhadap kebebasan berekspresi dan aspirasi masyarakat. Lebih lanjut, Safenet menemukan bukti adanya kampanye disinformasi yang berusaha menggiring opini publik untuk mencitrakan peserta aksi sebagai "antek asing." Yang lebih mengkhawatirkan, konten disinformasi ini bahkan disebarkan oleh sejumlah akun resmi yang terafiliasi dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
"Ada indikasi bahwa setidaknya 14 akun resmi TNI, dari berbagai tingkatan institusi mulai dari Mabes TNI, Kodam, Kodim, hingga Koramil, ikut menyebarkan video yang berisi narasi negatif terhadap peserta aksi," ungkap Nenden.
Dampak Serius dan Seruan untuk Tindakan Konkret
Safenet menggarisbawahi bahwa pola serangan digital semacam ini bukan hal baru. Sebelumnya, taktik serupa juga digunakan dalam peristiwa-peristiwa penting lainnya, seperti aksi Keadaan Darurat dan demonstrasi menolak Omnibus Law. Pola ini menunjukan adanya upaya sistematis untuk membungkam suara-suara kritis dan menghalangi partisipasi publik dalam proses pengambilan kebijakan.
Nenden mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas dalam menangani kasus-kasus serangan digital ini. Jika dibiarkan berlarut-larut, serangan ini akan menciptakan iklim ketakutan dan mendorong self-censorship di kalangan masyarakat, yang pada akhirnya akan merusak fondasi demokrasi di Indonesia.
"Jika tidak ditangani, masyarakat akan merasa takut untuk menyampaikan aspirasi mereka secara terbuka, yang akan berdampak negatif pada proses demokrasi secara keseluruhan," tegas Nenden.
Safenet mendesak pemerintah untuk melakukan investigasi menyeluruh terhadap semua laporan serangan digital, membawa pelaku ke pengadilan, dan memastikan perlindungan bagi warga negara yang menggunakan hak mereka untuk berekspresi secara daring. Selain itu, penting untuk meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih mampu mengidentifikasi dan melawan disinformasi serta taktik-taktik manipulasi lainnya.