Praktik Politik Uang Modern: Sensus Warga Jadi Alat Baru Money Politics
Praktik Politik Uang Modern: Sensus Warga Jadi Alat Baru Money Politics
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi NasDem, Fauzan Khalid, mengungkapkan keprihatinannya terkait maraknya praktik politik uang (money politics) yang semakin canggih dan sistematis. Dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) revisi UU Pemilu dan Pilkada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/3/2025), Fauzan memaparkan temuannya yang mengkhawatirkan tentang metode baru money politics yang memanfaatkan data sensus penduduk.
Menurut Fauzan, praktik money politics saat ini telah melampaui metode konvensional. Bukan lagi sekadar pendekatan acak atau sampling, tetapi telah berkembang menjadi sistematis dengan pendekatan langsung ke rumah warga. “Money politics sekarang sudah menggunakan sensus, Bapak Ibu. Bukan sampling lagi. Ada pendataan ke rumah warga, menanyakan kesediaan mereka menerima imbalan dan mencatat nominalnya,” ungkap Fauzan. Ia menekankan betapa hal ini menunjukkan kecanggihan dan terorganisasinya praktik tersebut.
Lebih lanjut, Fauzan mencontohkan kasus calon legislatif (caleg) yang meraih suara tertinggi tanpa melakukan kampanye konvensional seperti pemasangan baliho atau kegiatan kampanye di daerah pemilihan (dapil) bersangkutan. “Ada caleg yang balihonya tidak ada, kampanye tidak pernah, bahkan bukan berasal dari dapil tersebut, namun suaranya justru paling tinggi. Ini menunjukkan indikasi kuat penggunaan metode sensus dalam money politics,” tegasnya. Fenomena ini menunjukkan adanya jaringan terorganisir yang mampu menjangkau pemilih secara masif dan tertarget.
Fauzan menyoroti sulitnya memberantas money politics, terutama di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang belum sepenuhnya makmur. Meskipun demikian, ia menekankan perlunya upaya serius untuk meminimalisir praktik ini melalui revisi peraturan perundang-undangan. “Memang sulit, mungkin baru bisa efektif jika pendapatan masyarakat kita sudah relatif tinggi. Namun, kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus berupaya membuat aturan dan pasal-pasal dalam UU yang bisa meminimalisir praktik ini,” tambahnya.
Ia berharap temuannya tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan dalam revisi UU Pemilu dan Pilkada. Fauzan menyerukan perlunya langkah-langkah konkrit untuk mencegah dan menindak money politics, termasuk melalui pengawasan yang lebih ketat dan penegakan hukum yang tegas. Ia juga menyarankan perlunya edukasi politik kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya money politics dan pentingnya memilih berdasarkan integritas calon, bukan semata-mata iming-iming materi. Upaya multisektoral dan komprehensif menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini.
Kesimpulannya, praktik money politics telah berevolusi menjadi lebih canggih dan terstruktur, memanfaatkan data sensus penduduk untuk menjangkau pemilih secara tertarget. Hal ini membutuhkan respons serius dari pemangku kepentingan untuk memastikan integritas pemilu dan terciptanya demokrasi yang sehat dan bermartabat.
Catatan: Tanggal dan tempat kejadian sudah tercantum dalam berita asli.