Menkominfo Curigai Jaringan Terorganisir di Balik Penipuan BTS Palsu yang Merugikan Ratusan Juta Rupiah

Menkominfo Curigai Jaringan Terorganisir di Balik Penipuan BTS Palsu yang Merugikan Ratusan Juta Rupiah

Jakarta - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Meutya Hafid, menyampaikan kecurigaannya terkait adanya sindikat yang lebih besar di balik kasus penipuan Base Transceiver Station (BTS) palsu yang baru-baru ini diungkap oleh Bareskrim Polri. Kecurigaan ini muncul setelah penangkapan dua warga negara asing asal Tiongkok, dengan inisial XY dan YXC, yang diduga kuat terlibat dalam praktik kejahatan siber tersebut.

"Indikasi ke arah sindikasi sangat mungkin terjadi. Kepolisian tentu akan mendalami lebih lanjut, namun ada kemungkinan jumlah pelaku tidak hanya terbatas pada dua orang yang sudah ditangkap. Proses pengembangan kasus masih terus berlangsung," ujar Meutya dalam konferensi pers yang diadakan di Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (26/3/2025).

Meutya menekankan bahwa penggunaan BTS palsu untuk mengirimkan pesan-pesan yang menyerupai notifikasi resmi dari layanan perbankan merupakan ancaman serius bagi keamanan finansial masyarakat. Oleh karena itu, ia menyerukan kerja sama erat antara pemerintah, aparat penegak hukum, dan operator seluler (opsel) untuk memberantas praktik kejahatan siber semacam ini.

"Kami mengimbau kepada seluruh operator seluler untuk meningkatkan kewaspadaan dan segera melakukan pemeriksaan jika menemukan adanya aktivitas yang mencurigakan," tegasnya.

Mengingat modus operandi kejahatan ini melibatkan pengambilalihan akun perbankan melalui situs web palsu yang disebarkan melalui SMS, Meutya juga meminta pihak perbankan untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengimbau nasabah untuk berhati-hati terhadap tautan mencurigakan yang diterima melalui SMS.

"Jika menemukan indikasi penipuan yang mengatasnamakan bank, segera laporkan kepada pihak berwajib," tambahnya.

Sebelumnya, Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus penipuan dengan modus SMS phishing yang memanfaatkan BTS palsu. Para pelaku menggunakan BTS palsu untuk mengirimkan SMS berisi tautan palsu yang mengarahkan korban ke situs web yang menyerupai situs resmi perbankan. Dari hasil pemeriksaan sementara, diketahui bahwa kedua tersangka baru beroperasi sejak Maret 2025. Selama periode tersebut, mereka telah mengirimkan SMS phishing kepada 259 orang.

Akibatnya, sebanyak 12 orang telah menjadi korban dan melakukan transaksi melalui tautan palsu tersebut, dengan total kerugian mencapai Rp 473 juta. Kedua tersangka dijerat dengan pasal berlapis, termasuk:

  • Pasal 48 juncto Pasal 32 dan/atau Pasal 50 juncto Pasal 34 dan/atau Pasal 51 juncto Pasal 35, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Pasal ini mengatur tentang tindak pidana penggunaan perangkat keras atau perangkat lunak komputer yang dirancang khusus untuk aktivitas ilegal dan/atau melakukan manipulasi informasi atau dokumen elektronik.
  • Pasal 50 juncto Pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi. Pasal ini mengatur tentang perbuatan melawan hukum dalam memanipulasi jaringan telekomunikasi.
  • Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Kasus ini menjadi pengingat bagi masyarakat untuk selalu berhati-hati terhadap modus penipuan online yang semakin canggih dan kompleks. Pemerintah dan aparat penegak hukum terus berupaya untuk meningkatkan keamanan siber dan memberantas kejahatan online demi melindungi masyarakat dari kerugian finansial dan informasi.