RUU TNI Diprotes, Muhammadiyah Sesalkan Ketiadaan Dialog Publik

Gelombang Protes RUU TNI: Muhammadiyah Kritisi Minimnya Ruang Partisipasi Publik

Pengesahan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia menuai gelombang kritik dan demonstrasi dari berbagai elemen masyarakat. Aksi unjuk rasa yang menolak RUU tersebut bahkan diwarnai kericuhan di beberapa daerah, menandakan adanya penolakan yang signifikan terhadap kebijakan tersebut.

Menanggapi situasi ini, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menyampaikan keprihatinannya atas minimnya ruang dialog dan partisipasi publik dalam proses penyusunan RUU TNI. Menurutnya, DPR seharusnya membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk memberikan masukan dan pandangan terhadap naskah akademik undang-undang tersebut.

"Sangat disayangkan bahwa DPR tidak memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi masyarakat dalam setiap perubahan undang-undang, terutama sejak awal penyusunan dengan melibatkan naskah akademik yang komprehensif," ujar Haedar dalam acara Silaturahmi Ramadhan di Kantor PP Muhammadiyah Yogyakarta, Selasa (25/3/2025).

Dilema Sipil-Militer dalam Demokrasi

Haedar menyoroti adanya dikotomi yang sering diperdebatkan dalam teori demokrasi, yaitu antara entitas sipil dan militer. Ia mempertanyakan apakah konsep supremasi sipil yang diusung telah sejalan dengan sistem ketatanegaraan Indonesia. Lebih lanjut, Haedar menekankan pentingnya dialog terbuka antara pemerintah dan masyarakat untuk mencari solusi terbaik.

"Apabila militer diberikan ruang yang terlalu besar untuk masuk ke berbagai struktur pemerintahan tanpa melepaskan jabatannya, hal ini dapat menimbulkan permasalahan. Namun, sebaliknya, supremasi sipil tanpa tatanan yang jelas juga dapat berujung pada demokrasi liberal," tegasnya.

Haedar memperingatkan bahwa demokrasi liberal dapat memicu munculnya kekuatan oligarki dari produk supremasi sipil, yang pada akhirnya akan melemahkan peran civil society dalam mengontrol kekuasaan. Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah untuk lebih transparan dan akomodatif terhadap aspirasi publik dalam merumuskan kebijakan yang berkaitan dengan peran dan fungsi TNI.

Pentingnya Keseimbangan dalam Kekuasaan

Kritik yang dilontarkan oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah ini menyoroti pentingnya menjaga keseimbangan antara kekuatan sipil dan militer dalam sebuah negara demokrasi. Pemberian ruang yang proporsional bagi partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan undang-undang juga menjadi kunci untuk memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan benar-benar mencerminkan kepentingan seluruh warga negara, bukan hanya kelompok tertentu.