Kejagung Perintahkan Bareskrim Selidiki Dugaan Korupsi di Balik Kasus Pagar Laut Tangerang

Kejagung Perintahkan Bareskrim Selidiki Dugaan Korupsi di Balik Kasus Pagar Laut Tangerang

Kejaksaan Agung (Kejagung) telah mengeluarkan arahan penting kepada Bareskrim Polri untuk memperluas cakupan investigasi kasus pagar laut di Tangerang ke ranah tindak pidana korupsi. Langkah ini diambil setelah ditemukan indikasi kuat adanya praktik gratifikasi dan suap dalam proses perizinan yang melibatkan Kepala Desa Kohod, Arsin, dan tiga tersangka lainnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa analisis yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap adanya dugaan kuat penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) serta izin PKK-PR darat dilakukan secara melawan hukum. Dugaan pelanggaran ini mencakup:

  • Pemalsuan dokumen
  • Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik
  • Penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod.

Potensi Kerugian Negara dan Dugaan Keterkaitan dengan Proyek PIK 2

Lebih lanjut, Harli Siregar menyoroti bahwa praktik pemalsuan dokumen ini berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara akibat penguasaan wilayah laut secara ilegal. Penerbitan izin dan sertifikat dilakukan tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR laut yang sah, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

JPU menduga bahwa penerbitan sertifikat ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland. Oleh karena itu, berkas perkara dikembalikan kepada penyidik Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi.

"Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor," tegas Harli.

Untuk memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan, koordinasi lebih lanjut akan dilakukan dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus. Penyidik Bareskrim Polri diberi waktu 14 hari untuk melengkapi berkas perkara sesuai dengan arahan yang diberikan oleh JPU.

Penanganan Awal Kasus oleh Bareskrim Polri

Sebelum dilimpahkan ke Kejaksaan Agung, kasus pagar laut Tangerang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri dengan fokus pada proses perizinan dan dugaan pemalsuan surat. Bareskrim Polri menduga bahwa Arsin dan tersangka lainnya telah mencatut nama warga Desa Kohod untuk membuat surat perizinan di kawasan pagar laut Tangerang.

Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro, mengungkapkan bahwa para tersangka seolah-olah membuat permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parikesit dan permohonan hak ke kantor pertanahan Kabupaten Tangerang hingga terbit 263 surat hak milik atas nama warga Kohod.

Keempat tersangka diduga telah membuat dan memalsukan sejumlah dokumen untuk memuluskan aksi mereka, termasuk girik, surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah sporadik, surat pernyataan tidak sengketa, surat keterangan tanah, surat keterangan pernyataan kesaksian, surat kuasa pengurusan permohonan sertifikat dari warga desa Kohod, dan dokumen lainnya. Pemalsuan surat ini diduga telah berlangsung sejak Desember 2023 hingga November 2024.

Penetapan Tersangka dan Barang Bukti yang Disita

Sebelumnya, Bareskrim Polri telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan surat izin di atas lahan pagar laut Tangerang, yaitu Kepala Desa Kohod, Arsin, Sekretaris Desa Kohod, Ujang Karta, serta dua penerima kuasa berinisial SP dan CE. Penyidik telah menyelesaikan proses penyidikan perkara pada Jumat, 14 Februari 2025, dan menyita sejumlah barang bukti yang diduga digunakan untuk melakukan pemalsuan surat izin.

Barang-barang yang disita setelah menggeledah Kantor Kelurahan Kohod dan rumah Kepala Desa Kohod, Arsin, antara lain printer, monitor, keyboard, stempel sekretariat Desa Kohod, sisa-sisa kertas yang identik dengan kertas yang digunakan sebagai alat untuk warkah, fotokopi alat bangunan baru atas nama beberapa orang pemilik, rekapitulasi permohonan dana transaksi Kohod kedua, serta beberapa rekening.