Semangat Pantang Menyerah Idris, Kuli Panggul Senja di Pelabuhan Banyuwangi
Semangat Pantang Menyerah Idris, Kuli Panggul Senja di Pelabuhan Banyuwangi
Di tengah hiruk pikuk Pelabuhan Tanjung Wangi, Banyuwangi, seorang pria renta bernama Idris menjadi saksi bisu denyut nadi pelabuhan yang menghubungkan Jawa dengan pulau-pulau di Madura. Di usianya yang senja, semangatnya tak pernah pudar untuk mencari rezeki sebagai kuli panggul.
Pemandangan kontras terlihat jelas di pelabuhan yang sibuk pada Selasa sore, 25 Maret 2025. Ratusan pemudik berdesakan menanti giliran menaiki KM Sabuk Nusantara 91, kapal yang siap mengantarkan mereka ke Pulau Sapeken, Madura. Di antara kerumunan itu, sosok Idris dengan sigap memanggul barang bawaan penumpang, menaiki dan menuruni tangga kapal dengan cekatan.
Idris, dengan kemeja biru lusuh yang dilapisi rompi keselamatan berwarna mencolok dan ikat kepala putih yang menutupi rambutnya yang telah memutih, telah menjadi bagian tak terpisahkan dari Pelabuhan Tanjung Wangi sejak 1996. Julukan "kuli panggul" atau porter melekat erat pada dirinya, sebuah profesi yang ia geluti dengan penuh dedikasi.
Wajahnya selalu dihiasi senyum lebar, seolah beban berat yang dipikulnya tak sebanding dengan semangatnya. Dengan nada riang, Idris menuturkan, "Sudah biasa, saya jadi porter sejak tahun 1996." Teriknya matahari tak menyurutkan semangatnya untuk mengatur calon penumpang yang membawa barang bawaan. Sesekali, ia memberikan arahan kepada rekan-rekannya yang lebih muda.
Setiap hari, Idris berangkat dari rumahnya di Lingkungan Kapuran, Desa Ketapang, Banyuwangi, pada pukul 5 pagi. Harapannya sederhana, yaitu bisa memikul banyak barang agar pendapatannya bertambah. "Bisa sampai 50 kilogram sekali angkut, saya masih kuat," ujarnya dengan nada penuh keyakinan.
Dan memang benar adanya, Idris mampu memanggul beban berat seorang diri hingga ke atas kapal. Setelah mengantarkan barang, ia kembali ke daratan, beristirahat sejenak, lalu kembali memikul barang-barang yang telah menanti. Mengenai tarif, Idris tak terlalu ambil pusing. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada mandor yang akan membagi penghasilan kepada para kuli panggul. "Kalau sepi, dapatnya Rp 50.000; kalau ramai bisa sampai Rp 200.000," ungkapnya.
Idris bersyukur dengan penghasilan yang ia terima. Baginya, hasil jerih payahnya sebagai buruh panggul sangat membantu perekonomian keluarganya. Ia tetap bersemangat meski terkadang cuaca buruk menjadi kendala yang tak terhindarkan. Bapak enam anak ini tak ingin larut dalam masalah. Ia memilih untuk menghadapi segala kesulitan dengan riang gembira agar terasa lebih ringan.
Ketika ditanya mengenai rahasia tetap bugar dan kuat di usia senja, Idris berkelakar, "Rahasianya apa ya, makan nasi panas pakai sambel dan tempe, itu rahasianya. Yang penting menikmati dan mensyukuri." Lebih dari sekadar pekerjaan, menjadi kuli panggul bagi Idris adalah tentang semangat hidup, dedikasi, dan rasa syukur yang tak pernah pudar.
Idris adalah potret nyata seorang pekerja keras yang tak kenal lelah. Di tengah kerasnya kehidupan, ia tetap mampu menjaga semangatnya, memberikan inspirasi bagi kita semua untuk selalu bersyukur dan menikmati setiap momen yang ada.
Pelajaran dari Idris:
- Semangat Pantang Menyerah: Usia senja tak menjadi penghalang bagi Idris untuk terus bekerja keras mencari nafkah.
- Dedikasi: Idris menjalankan profesinya sebagai kuli panggul dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab.
- Rasa Syukur: Idris selalu bersyukur atas apa yang ia miliki, meski hidupnya penuh dengan keterbatasan.
- Kebahagiaan dalam Kesederhanaan: Idris menemukan kebahagiaan dalam hal-hal sederhana, seperti makan nasi panas dengan sambal dan tempe.