Sekolah Rakyat: Fokus pada Siswa Marginal, Bukan Saingan Sekolah Reguler
Sekolah Rakyat: Inisiatif Pendidikan untuk Anak-Anak Marginal
Jakarta – Inisiatif Sekolah Rakyat, yang digagas oleh Muhammad Nuh, menegaskan komitmennya untuk menjangkau anak-anak yang kurang beruntung tanpa mengganggu ekosistem pendidikan yang sudah ada. Sekolah ini diproyeksikan untuk melengkapi sistem pendidikan yang ada, bukan untuk bersaing dengan sekolah-sekolah reguler dalam menjaring siswa.
"Kehadiran Sekolah Rakyat ini bukan untuk mengambil alih atau menggeser siswa dari sekolah lain. Fokus kami adalah anak-anak yang selama ini belum memiliki akses pendidikan yang memadai," ujar Nuh dalam pertemuan di Kementerian Sosial, Selasa (25/3/2025). Pernyataan ini sekaligus meredakan kekhawatiran bahwa Sekolah Rakyat akan mengurangi jumlah siswa di sekolah-sekolah yang telah mapan.
Data menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang SMA masih berada di kisaran 80%. Artinya, ada sekitar 20% anak usia sekolah yang belum dapat menikmati pendidikan menengah. Sekolah Rakyat hadir untuk mengisi celah ini, memberikan kesempatan belajar bagi mereka yang selama ini terpinggirkan.
Persiapan Matang Menuju Operasional
Berbagai satuan tugas (satgas) yang terlibat dalam pendirian Sekolah Rakyat terus berpacu dengan waktu untuk memastikan sekolah ini dapat beroperasi pada pertengahan Juli, bertepatan dengan tahun ajaran baru. Satgas-satgas tersebut meliputi:
- Satgas Kurikulum: Bertanggung jawab merancang kurikulum yang relevan dan adaptif bagi kebutuhan siswa.
- Satgas Rekrutmen Guru, Kepala Sekolah, dan Tenaga Pendidikan: Menyeleksi tenaga pengajar yang berkualitas dan memiliki komitmen tinggi terhadap pendidikan anak-anak marginal.
- Satgas Rekrutmen Siswa: Melakukan identifikasi dan rekrutmen siswa dari keluarga kurang mampu.
- Satgas Sarana dan Prasarana: Memastikan ketersediaan fasilitas belajar yang memadai.
- Satgas Pendanaan dan Keuangan: Mengelola sumber daya keuangan secara transparan dan akuntabel.
Saat ini, telah ditetapkan 53 lokasi prioritas untuk pendirian Sekolah Rakyat tahap awal. Setiap lokasi dapat menampung satu atau lebih satuan pendidikan, tergantung pada kondisi wilayah dan kebutuhan masyarakat setempat. Pemetaan kemiskinan di sekitar lokasi-lokasi ini juga dilakukan untuk memastikan intervensi pendidikan tepat sasaran.
Komitmen untuk Kualitas dan Kesetaraan
Lebih lanjut, Nuh menyoroti pentingnya perbaikan infrastruktur sekolah-sekolah yang sudah ada. Ia menekankan bahwa pemerintah memiliki tanggung jawab untuk merehabilitasi sekolah-sekolah yang rusak, baik negeri maupun swasta, agar siswa dapat belajar dalam lingkungan yang aman dan nyaman.
"Kami memahami bahwa setiap tahun selalu ada sekolah yang mengalami kerusakan. Ini adalah bagian dari siklus usia bangunan. Oleh karena itu, perbaikan infrastruktur sekolah harus menjadi prioritas," tegasnya.
Untuk memastikan kesiapan siswa, Sekolah Rakyat akan memulai proses rekrutmen lebih awal. Siswa yang diterima akan mengikuti program matrikulasi selama satu bulan sebelum tahun ajaran dimulai. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan diri, kesiapan mental, dan kemampuan bersosialisasi siswa.
Para guru juga akan mendapatkan pelatihan khusus sebelum mulai mengajar. Pelatihan ini meliputi penguatan empati sosial dan pengembangan pendekatan pembelajaran yang berbasis kasih sayang dan motivasi.
"Anak-anak ini membutuhkan pendekatan yang berbeda. Mereka membutuhkan guru yang tidak hanya kompeten dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki empati dan kasih sayang yang besar," pungkas Nuh.
Dengan fokus pada siswa marginal, persiapan yang matang, dan komitmen terhadap kualitas, Sekolah Rakyat diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam meningkatkan akses pendidikan bagi semua anak Indonesia.