Laporan Kekerasan Terhadap Jurnalis Diterima Polda Jatim Usai Penolakan di Polrestabes Surabaya

Jurnalis Korban Kekerasan Aparat Lapor ke Polda Jatim Setelah Ditolak Polrestabes Surabaya

Surabaya, Jawa Timur - Kasus dugaan kekerasan yang dialami seorang jurnalis Beritajatim.id, Rama Indra, saat meliput aksi demonstrasi penolakan Undang-Undang TNI di depan Gedung Grahadi, Surabaya, memasuki babak baru. Setelah laporannya sempat ditolak oleh Polrestabes Surabaya, Rama akhirnya melaporkan kejadian tersebut ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Jawa Timur pada Selasa (25/3/2025), didampingi oleh Komite Advokasi Jurnalis (KAJ) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya.

Penolakan laporan di Polrestabes Surabaya sebelumnya didasarkan pada alasan yang dinilai tidak memiliki dasar hukum oleh KAJ. Kuasa Hukum KAJ, Salawati Taher, menjelaskan bahwa terdapat bukti-bukti kuat yang mendukung laporan Rama, termasuk rekaman video yang beredar luas di media sosial dan kesaksian dari sejumlah jurnalis lain yang turut menyaksikan kejadian tersebut. Dalam video tersebut, Rama terdengar berteriak mengidentifikasi diri sebagai wartawan saat aparat kepolisian yang tidak berseragam melakukan tindakan represif.

"Alasan penolakan oleh Polrestabes Surabaya tidak berlandaskan hukum yang kuat. Bukti video sudah jelas menunjukkan adanya tindakan kekerasan. Selain itu, ada saksi mata dari kalangan jurnalis yang dapat menguatkan laporan ini," ujar Salawati.

Salawati juga membantah klaim bahwa Rama tidak mengenakan identitas pers saat melakukan peliputan. Menurutnya, dalam rekaman video terlihat jelas Rama mengenakan ID pers. Ia menyayangkan tindakan aparat kepolisian yang melakukan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya.

"Seharusnya aparat kepolisian bertindak profesional dan menghormati tugas jurnalistik. Kekerasan, dalam bentuk apapun, tidak dapat dibenarkan, apalagi terhadap jurnalis yang sedang menjalankan tugasnya untuk menyampaikan informasi kepada publik," tegasnya.

Pelaporan ke Polda Jatim

Dengan didampingi KAJ dan AJI Surabaya, Rama akhirnya melaporkan kasus kekerasan yang dialaminya ke Polda Jatim. Laporan tersebut didasarkan pada Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang tindakan menghalang-halangi tugas jurnalistik dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 5 tahun 6 bulan. KAJ dan AJI Surabaya berharap Polda Jatim dapat segera menindaklanjuti laporan ini secara profesional dan transparan, serta memberikan keadilan bagi Rama sebagai korban kekerasan.

"Kami berharap Polda Jatim dapat mengusut tuntas kasus ini dan menindak tegas pelaku kekerasan. Impunitas terhadap pelaku kekerasan terhadap jurnalis akan merusak iklim kebebasan pers dan menghambat tugas jurnalistik dalam menyampaikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat," kata Ketua AJI Surabaya.

Tuntutan Keadilan dan Perlindungan Jurnalis

Kasus kekerasan yang dialami Rama Indra menambah daftar panjang kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. AJI Surabaya mencatat, dalam beberapa tahun terakhir, terjadi peningkatan kasus kekerasan terhadap jurnalis, baik secara fisik maupun verbal. Kasus-kasus ini seringkali tidak ditangani secara serius oleh aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan impunitas bagi pelaku.

KAJ dan AJI Surabaya mendesak aparat penegak hukum untuk lebih serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis dan memberikan perlindungan yang memadai bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Kebebasan pers merupakan pilar penting dalam demokrasi, dan kekerasan terhadap jurnalis merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers dan demokrasi.

Berikut poin-poin penting dari kejadian ini:

  • Jurnalis Beritajatim.id, Rama Indra, mengalami kekerasan saat meliput demonstrasi.
  • Laporan awal ke Polrestabes Surabaya ditolak karena alasan kurangnya bukti.
  • Rama akhirnya melapor ke Polda Jatim didampingi KAJ dan AJI Surabaya.
  • Laporan didasarkan pada UU Pers dan KUHP tentang pengeroyokan.
  • KAJ dan AJI Surabaya menuntut keadilan dan perlindungan bagi jurnalis.

Diharapkan kasus ini dapat menjadi momentum bagi penegakan hukum yang berkeadilan dan perlindungan yang lebih baik bagi jurnalis di Indonesia.