KLH Perketat Pengawasan Insinerator: Baku Mutu Emisi dan Risiko Kesehatan Menjadi Prioritas

KLH Perketat Pengawasan Insinerator: Baku Mutu Emisi dan Risiko Kesehatan Menjadi Prioritas

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah meningkatkan pengawasan terhadap operasional insinerator di Indonesia menyusul temuan sejumlah insinerator yang belum memenuhi baku mutu emisi. Direktur Pengelolaan Sampah KLH, Novrizal Tahar, menjelaskan bahwa pengawasan ini dilakukan untuk mencegah dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. KLH telah menetapkan baku mutu emisi yang ketat bagi teknologi termal pengolahan sampah, mengingat emisi yang tidak memenuhi standar dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan membahayakan kesehatan. Kegagalan memenuhi baku mutu tersebut dapat berdampak serius, terutama terkait paparan senyawa berbahaya seperti dioksin dan furan yang bersifat karsinogenik dan dapat bertahan lama di udara.

Upaya pengawasan KLH meliputi beberapa langkah strategis. Pertama, penerbitan sertifikasi registrasi teknologi ramah lingkungan sebagai skrining awal penerapan teknologi insinerator. Langkah ini memastikan bahwa teknologi yang digunakan telah melalui evaluasi dan memenuhi kriteria lingkungan yang telah ditetapkan. Kedua, KLH melakukan pemantauan dan pengawasan secara berkala terhadap operasional insinerator yang telah beroperasi. Hal ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap baku mutu dan standar operasional yang telah ditetapkan. Ketiga, KLH terus mendorong penggunaan teknologi pengolahan sampah yang lebih ramah lingkungan, seperti material recovery technology (MRT) atau daur ulang, komposting, dan teknologi RDF (Refuse Derived Fuel).

Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, sebelumnya telah menyoroti permasalahan insinerator yang belum memenuhi baku mutu. Beliau menekankan perlunya suhu pembakaran minimal 800 derajat Celcius dalam insinerator yang tertutup rapat untuk mencegah pelepasan dioksin dan furan. Insinerator yang beroperasi di bawah standar tersebut, menurut Menteri Hanif, berisiko menghasilkan emisi berbahaya yang dapat mengancam kesehatan masyarakat dalam jangka panjang. Penting untuk diingat bahwa dioksin dan furan, yang dihasilkan dari pembakaran sampah yang tidak sempurna, dapat bertahan hingga 30 tahun di udara, sehingga berpotensi menimbulkan dampak kesehatan yang serius dan berkepanjangan.

KLH menyadari bahwa tidak semua Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dilengkapi dengan insinerator. Oleh karena itu, KLH terus mendorong pengembangan dan implementasi teknologi pengolahan sampah alternatif yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Beberapa teknologi yang dipromosikan meliputi:

  • Material Recovery Technology (MRT) atau daur ulang
  • Komposting
  • RDF Technology
  • Dan teknologi pengolahan sampah lainnya.

KLH berkomitmen untuk terus meningkatkan pengawasan dan penegakan peraturan terkait pengelolaan sampah, termasuk penggunaan insinerator, guna melindungi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Upaya ini diharapkan dapat mendorong pengelolaan sampah yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan di Indonesia.