Kontroversi Rendang 200 Kg: Konten Kreator Willie Salim Dikecam karena Diduga Mencoreng Nama Baik Palembang
Kontroversi Konten Rendang Berujung Kecaman: Willie Salim Terancam Sanksi Hukum dan Adat
Sebuah konten video yang menampilkan seorang kreator bernama Willie Salim memasak 200 kilogram daging sapi untuk dijadikan rendang di Palembang, Sumatera Selatan, berbuntut panjang. Konten yang awalnya bertujuan untuk berbagi kebahagiaan di bulan Ramadhan itu justru menuai kecaman dari berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan tokoh adat setempat.
Persoalan bermula ketika beredar kabar bahwa rendang yang belum selesai dimasak tersebut 'hilang' karena diperebutkan oleh warga sekitar lokasi. Insiden ini kemudian memicu berbagai spekulasi, termasuk tuduhan bahwa kejadian tersebut sengaja direkayasa demi mendulang popularitas dan keuntungan pribadi. Willie Salim sendiri telah membantah tuduhan tersebut dan menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Palembang.
Namun, permintaan maaf tersebut tampaknya belum meredakan amarah sejumlah pihak. Gubernur Sumatera Selatan, Herman Deru, secara terbuka menyampaikan kekecewaannya terhadap konten tersebut. Ia menilai bahwa Willie Salim telah mencoreng nama baik Palembang dan merusak citra daerah. Herman Deru dengan tegas menyatakan bahwa dirinya tidak rela nama Palembang dinodai hanya karena sebuah konten yang dianggapnya tidak bermutu.
"Saya tidak rela nama Palembang dirusak hanya karena konten daging sepanci. Terlalu terhormat orang Sumatera Selatan, khususnya Palembang hanya karena daging sepanci," tegas Herman Deru.
Senada dengan Gubernur, Wali Kota Palembang, Ratu Dewa, juga memberikan dukungan penuh kepada masyarakat yang melaporkan Willie Salim ke pihak berwajib. Ratu Dewa menilai bahwa konten tersebut berpotensi merugikan harkat dan martabat warga Palembang, terutama jika dibandingkan dengan daerah lain. Ia berharap agar kasus ini dapat diusut tuntas dan menjadi pelajaran bagi para kreator konten lainnya.
"Saya mengharapkan konten kreator janganlah berbuat dengan demikian. Kita ingin adanya bukti apakah itu disetting dan lain sebagainya, maka saya juga mendorong dan mendukung proses hukum melalui pihak kepolisian," ujar Ratu Dewa.
Bahkan, Sultan Palembang Darussalam, Mahmud Badaruddin IV, Raden Muhammad Fauwaz Diradja, turut angkat bicara. Sultan mengecam keras tindakan Willie Salim yang dianggap telah merusak budaya dan tradisi masyarakat Palembang. Ia menyoroti bahwa konten tersebut bertentangan dengan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Palembang, seperti kesopanan, keramahan, dan penghormatan terhadap tamu.
Sultan Mahmud Badaruddin IV juga menuntut agar Willie Salim meminta maaf secara terbuka di hadapan Majelis Adat Kesultanan Palembang Darussalam dan menjalani ritual tepung tawar sebagai bentuk penebusan kesalahan. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, Sultan mengancam akan mengutuk dan mengharamkan Willie Salim untuk menginjakkan kaki di wilayah Palembang seumur hidupnya.
Tuntutan Adat dan Hukum: * Permintaan maaf terbuka di hadapan Majelis Adat Kesultanan Palembang Darussalam. * Pelaksanaan ritual tepung tawar sebagai bentuk penebusan kesalahan. * Proses hukum yang sedang berjalan terkait laporan polisi.
Reaksi Willie Salim:
Menanggapi berbagai kecaman yang ditujukan kepadanya, Willie Salim telah menyampaikan permohonan maaf melalui akun media sosial pribadinya. Ia mengakui bahwa dirinya tidak menyangka konten tersebut akan menimbulkan dampak yang sedemikian besar. Willie juga membantah tuduhan bahwa dirinya sengaja merekayasa insiden hilangnya rendang demi popularitas.
"Saya minta maaf untuk seluruh warga Palembang yang tersakiti. Gara-gara rendang viral, banyak narasi yang tidak enak terhadap warga Palembang," ujar Willie.
Meski telah meminta maaf, Willie Salim tetap harus menghadapi proses hukum yang sedang berjalan. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Sumatera Selatan oleh sejumlah pihak, termasuk advokat dan kreator konten lokal. Pihak kepolisian sendiri telah membenarkan adanya laporan tersebut dan tengah melakukan penyelidikan awal dengan memeriksa saksi-saksi, termasuk Willie Salim.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan memicu perdebatan mengenai etika pembuatan konten, tanggung jawab sosial kreator konten, dan pentingnya menjaga nama baik daerah. Kasus "rendang hilang" ini menjadi pelajaran berharga bagi para kreator konten untuk lebih berhati-hati dan mempertimbangkan dampak dari setiap konten yang mereka buat.