Pemerintah Perketat Aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam
Pemerintah Perketat Aturan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam
Pemerintah Indonesia resmi mengimplementasikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025, efektif 1 Maret 2025. PP ini merevisi PP Nomor 36 Tahun 2023, berfokus pada optimalisasi pengelolaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dari Sumber Daya Alam (SDA) demi penguatan perekonomian nasional. Langkah ini mencerminkan komitmen pemerintah dalam menjaga keberlanjutan pembangunan ekonomi dan meningkatkan ketahanan ekonomi di tengah peran signifikan SDA dalam ekspor nasional. Pada tahun 2024, kontribusi SDA terhadap total nilai ekspor Indonesia mencapai angka signifikan, yaitu 62,7% dari total USD 264,7 miliar. Oleh karena itu, pengaturan yang lebih ketat terhadap DHE SDA menjadi krusial untuk memaksimalkan manfaatnya bagi perekonomian negara.
Peraturan Pemerintah yang baru ini membawa sejumlah perubahan substansial. Salah satu perubahan yang menonjol adalah peningkatan persentase penempatan DHE, perpanjangan jangka waktu penempatan, serta perluasan penggunaan DHE SDA selama masa retensi dalam rekening khusus (reksus) valuta asing. Aturan ini membagi komoditas menjadi dua, yaitu migas dan non-migas. Komoditas non-migas diwajibkan untuk melakukan retensi 100% selama 12 bulan, sementara komoditas migas tetap mengacu pada ketentuan PP Nomor 36 Tahun 2023, yaitu retensi 30% selama 3 bulan. Hal ini menunjukkan perbedaan perlakuan berdasarkan karakteristik masing-masing komoditas.
Lebih lanjut, PP Nomor 8 Tahun 2025 memberikan fleksibilitas penggunaan DHE SDA non-migas selama masa retensi, asalkan tetap berada dalam reksus valas. Penggunaan ini memungkinkan untuk penukaran ke rupiah di bank yang sama, sesuai ketentuan Bank Indonesia (BI). Mekanisme penukaran untuk nasabah Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) juga akan diatur oleh BI. Penggunaan DHE SDA yang diizinkan meliputi:
- Pembayaran dalam valas atas kewajiban kepada Pemerintah.
- Pembayaran dividen dalam valas.
- Pembayaran impor barang dan jasa berupa bahan baku, barang penolong, dan barang modal yang belum tersedia, tidak tersedia, tersedia hanya sebagian, atau tersedia namun tidak sesuai spesifikasi.
- Pembayaran atas pinjaman untuk pengadaan barang modal dalam valas.
Transparansi dan pengawasan menjadi kunci keberhasilan implementasi PP ini. Eksportir diwajibkan menyerahkan bukti penggunaan DHE SDA untuk pembayaran valas dan surat pernyataan penggunaan DHE SDA untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa serta pinjaman kepada bank atau LPEI. Pengawasan kewajiban penempatan non-migas akan dilakukan secara berkala melalui pemeriksaan kepada Bank dan LPEI (post audit), sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Aturan transisi juga disiapkan, di mana eksportir yang tengah menjalani pengawasan berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2023 dinyatakan telah memenuhi kewajiban mereka setelah PP Nomor 8 Tahun 2025 berlaku.
Dengan perubahan ini, pemerintah berharap dapat meningkatkan efektivitas pemanfaatan DHE SDA, mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan memperkuat ketahanan ekonomi jangka panjang. Ketentuan yang lebih rinci dan pengawasan yang ketat diharapkan mampu meminimalisir potensi penyimpangan dan memastikan bahwa devisa hasil ekspor SDA memberikan kontribusi optimal bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.