Unjuk Rasa UU TNI di Blitar Memanas: Mahasiswa dan Polisi Terlibat Aksi Dorong

Gelombang Penolakan UU TNI Berlanjut: Aksi Mahasiswa di Blitar Diwarnai Ketegangan

Blitar – Aksi unjuk rasa menolak pengesahan Undang-Undang (UU) TNI yang baru mewarnai kota Blitar pada Senin (24/3/2025). Lebih dari seratus mahasiswa yang tergabung dalam aliansi "Cipayung Plus Blitar Raya" turun ke jalan, menyuarakan aspirasi mereka di depan Gedung DPRD Kabupaten Blitar.

Aksi yang dimulai sore hari tersebut sempat memanas ketika massa mahasiswa berusaha menerobos masuk ke kompleks Gedung DPRD. Upaya ini berujung pada aksi saling dorong antara mahasiswa dan aparat kepolisian yang berjaga. Ketegangan mereda setelah tiga anggota DPRD Kabupaten Blitar bersedia menemui para pengunjuk rasa di luar pagar.

Penolakan UU TNI dan Tuntutan Mahasiswa

Di hadapan perwakilan rakyat tersebut, aliansi mahasiswa yang terdiri dari GMNI, PMII, HMI, dan Aliansi BEM Blitar Raya menyampaikan penolakan tegas terhadap UU TNI yang baru disahkan. Mereka menilai proses pembahasan undang-undang tersebut tidak transparan dan tergesa-gesa, serta mengabaikan partisipasi masyarakat sipil secara luas.

Berikut poin-poin tuntutan yang disuarakan mahasiswa:

  • Menolak UU TNI yang baru karena dianggap cacat prosedur dan substansi.
  • Meminta DPR RI untuk membuka kembali pembahasan UU TNI dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat sipil, akademisi, dan эксперты.
  • Menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang membatalkan pemberlakuan UU TNI yang baru.
  • Mendesak adanya reformasi Polri agar menjadi institusi penegak hukum dan keamanan yang profesional.

Seorang perwakilan mahasiswa menegaskan bahwa demokrasi yang sehat mensyaratkan militer yang profesional dan fokus pada urusan pertahanan negara, bukan terlibat dalam ranah politik dan pemerintahan.

Aspirasi Disampaikan, Mahasiswa Meminta Dukungan DPRD

Setelah menyampaikan tuntutan, para pengunjuk rasa meminta DPRD Kabupaten Blitar untuk meneruskan aspirasi mereka ke DPR RI. Sebagai bentuk penolakan simbolis, mahasiswa membentangkan kain putih dan meminta ketiga anggota DPRD yang hadir untuk menandatanganinya. Kain putih tersebut kemudian dipasang di dinding pagar Gedung DPRD sebagai simbol penolakan UU TNI.

Koordinator aksi, Vita Meriza Permai, menyoroti perlunya kajian ulang terhadap UU TNI dengan melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat sipil, terutama kaum intelektual dan akademisi. Ia juga menyinggung isu masuknya perwira Polri ke dalam pemerintahan yang dinilai memicu kecemburuan di kalangan TNI. Oleh karena itu, ia mendorong agar UU Polri juga diamandemen untuk mereformasi institusi tersebut.

Aksi Berakhir Damai, Pesan Demokrasi Disampaikan

Setelah menyampaikan aspirasi dan memasang spanduk penolakan, massa mahasiswa membubarkan diri sekitar pukul 20.00 WIB. Aksi unjuk rasa ini menjadi bagian dari gelombang penolakan UU TNI yang baru di berbagai daerah. Mahasiswa Blitar Raya berharap suara mereka dapat didengar dan menjadi pertimbangan bagi pemerintah dan DPR RI dalam meninjau kembali undang-undang tersebut.

Vita Meriza Permai menekankan bahwa praktik demokrasi yang baik harus bertumpu pada supremasi sipil sebagai representasi dari kedaulatan rakyat. Dengan demikian, partisipasi aktif masyarakat sipil dalam proses pembuatan kebijakan publik menjadi kunci untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.