Remaja Surabaya Alami Trauma Mendalam Akibat Pencabulan Ayah Tiri dan Ketidakpercayaan Ibu
Remaja Surabaya Alami Trauma Mendalam Akibat Pencabulan Ayah Tiri dan Ketidakpercayaan Ibu
Surabaya, Jawa Timur - Seorang remaja putri berusia 15 tahun, dengan inisial AS, kini berjuang melawan trauma mendalam akibat serangkaian tindakan pencabulan yang dilakukan oleh ayah tirinya, Muhammad Rosuli (38). Peristiwa memilukan ini terjadi di Surabaya dan berlangsung selama kurang lebih tiga bulan, dimulai sejak Desember 2024 hingga Maret 2025. Luka psikologis AS semakin parah karena sang ibu awalnya tidak mempercayai pengakuan korban terkait perlakuan bejat tersebut.
Menurut keterangan Wadirkrimum Polda Jatim, AKBP Suryono, pada hari Senin (24/03/2025), AS mengalami depresi berat akibat pengalaman traumatis yang dialaminya. “Korban mengalami depresi akibat perlakuan atau pun kejadian yang dialami,” ujar Suryono. Depresi ini diperparah dengan kenyataan bahwa ketika AS mencoba mencari dukungan dari ibunya, pengakuannya justru diragukan.
Kronologi Kasus dan Dampak Psikologis
Kasus ini terungkap setelah adanya laporan dari tante korban kepada Ditreskrimum Polda Jatim pada tanggal 12 Maret 2025, yang berujung pada penangkapan Muhammad Rosuli. Berdasarkan hasil penyelidikan, Rosuli, yang diketahui merupakan mantan ketua organisasi masyarakat (ormas) di Surabaya, diduga kuat memiliki kelainan seksual pedofilia dan kecanduan konten pornografi.
"Dari hasil psikologi daripada tersangka memang kecenderungan kelainan seksual yaitu pedofil,” jelas Suryono.
Lebih lanjut, Suryono mengungkapkan bahwa tersangka kerap memaksa korban untuk menonton film porno dan bahkan mempertontonkan alat kelaminnya kepada korban. Tindakan ini jelas merupakan bentuk kekerasan seksual yang sangat merusak dan menimbulkan trauma mendalam bagi AS.
Rincian Tindakan Bejat Tersangka:
- Pencabulan Berulang: Dilakukan selama tiga bulan (Desember 2024 - Maret 2025).
- Eksploitasi Pornografi: Memaksa korban menonton film porno.
- Pelecehan Seksual: Mempertontonkan alat kelamin kepada korban.
Proses Hukum dan Ancaman Hukuman
Saat ini, Muhammad Rosuli telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 82 juncto Pasal 76E Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mengatur tentang perlindungan anak dari kekerasan seksual, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
“Di situ diancam hukuman kurang lebih 15 tahun penjara,” tegas Suryono.
Kasus ini menjadi pengingat akan pentingnya peran keluarga dan masyarakat dalam melindungi anak-anak dari kekerasan seksual. Dukungan dan kepercayaan dari orang terdekat, terutama orang tua, sangat krusial bagi korban untuk pulih dari trauma yang dialami. Selain itu, penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak merupakan langkah penting untuk memberikan efek jera dan melindungi generasi penerus bangsa.
Pentingnya Pendampingan Psikologis
Trauma yang dialami AS akibat pencabulan dan kurangnya dukungan awal dari ibunya memerlukan penanganan psikologis yang intensif dan berkelanjutan. Pendampingan dari psikolog atau psikiater akan membantu AS untuk memproses trauma, membangun kembali rasa percaya diri, dan mengembangkan mekanisme koping yang sehat. Dukungan dari keluarga dan teman-teman juga sangat penting dalam proses pemulihan ini.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya edukasi mengenai kekerasan seksual pada anak, baik bagi anak-anak itu sendiri maupun orang tua dan masyarakat luas. Dengan pengetahuan yang memadai, anak-anak dapat lebih waspada terhadap potensi bahaya dan berani melaporkan jika mengalami atau menyaksikan tindakan kekerasan. Sementara itu, orang tua dan masyarakat dapat lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan seksual pada anak dan memberikan dukungan yang tepat bagi korban.
Kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak tentang bagaimana menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak dengan serius dan memberikan dukungan penuh kepada korban agar mereka dapat pulih dan melanjutkan hidup dengan lebih baik.